TERNATE – HabarIndonesia. Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Pemuda Marhaenis (DPD GPM) Maluku Utara melontarkan kritik tajam terhadap Kejaksaan Tinggi (Kejati) Malut yang dinilai lamban dan lemah dalam mengusut dugaan korupsi penerbitan 22 Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Maluku Utara.
Ketua DPD GPM Malut, Bung Tono, menyoroti bahwa meski sejumlah pejabat sudah dipanggil dan diperiksa, termasuk mantan Kadis PMPTSP Bambang Hermawan di kantor Kejati Malut, hingga kini belum ada kejelasan mengenai tindak lanjut kasus tersebut.
“Ini mencederai kepercayaan publik dan memperlihatkan lemahnya komitmen Kejati Malut dalam memberantas korupsi di sektor tambang,” ujarnya kepada awak media Jumat (04/07/25).
Bung Tono menilai, lambannya progres penanganan kasus tersebut memperkuat kecurigaan publik bahwa ada upaya pembiaran terhadap mafia tambang yang terus merongrong kekayaan alam Maluku Utara.
“Malut jangan jadi surga impunitas bagi para pembegal SDA. Kami tak akan diam,” tambahnya.
Adapun 22 perusahaan yang diduga terlibat dalam penerbitan IUP bermasalah itu antara lain PT Alfa Fortuna Mulia, PT Halmahera Jaya Mining, PT Halmahera Sukses Mineral, PT Mega Haltim, PT Trimega Bangun Persada, PT Budhy Jaya Mineral, PT Karya Wijaya, hingga CV Orion Jaya.
Banyak dari perusahaan ini memiliki nama ganda dan tumpang tindih lokasi operasi, memperkuat dugaan pelanggaran administratif dan pidana.
GPM Malut juga meminta agar Kejati segera memanggil kembali semua pihak yang bertanggung jawab, termasuk oknum pejabat yang pernah menjabat di PMPTSP Malut, guna dimintai pertanggungjawaban hukum.
“Jangan tunggu tekanan publik makin besar baru bertindak. Rakyat sudah muak dengan janji kosong!” seru Bung Tono.
Lebih jauh, GPM Malut menuntut Inspektur Tambang dan Kementerian ESDM mencabut seluruh IUP yang bermasalah tersebut.
Mereka juga secara tegas meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI untuk segera turun tangan dan mengambil alih penanganan perkara ini dari Kejati Malut.
“Kalau Kejati tak sanggup, biar KPK yang bersihkan sarang mafia ini,” pungkasnya.
GPM Malut menegaskan, tren persoalan pertambangan dan kerusakan lingkungan di Maluku Utara bukan lagi isu biasa, tetapi sudah menjadi darurat ekologis dan hukum.
Mereka berkomitmen akan terus mengawal kasus ini hingga keadilan benar-benar ditegakkan dan pihak-pihak yang merusak alam dan merampok kekayaan rakyat diproses secara tuntas.
(Opal)