HALSEL – Habarindonesia. Wartawan dan Komunitas Penulis (Warkop) Halmahera Selatan, ikut menyoroti atas tindakan beberapa oknum aparat yang menghalangi puluhan wartwan Halsel saat melakukan peliputan dalam kegiatan kunjungan Gubernur Maluku Utara, Sherly Laos dan perwakilan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Halmahera Selatan.
Mereka mengecam keras tindakan oknum aparat ini karena dianggap terlalu berlebihan dan terkesan arogansi. Ini disampaikan Presiden Warkop Halsel, Amrul Doturu. Senin, (30/6).
“Kami anggap sikap oknum aparat yang mengawal ibu Gubernur ini terlalu berlebihan dan arogansi. Kesannya teman-teman wartawan dihalang-halangi terhadap kegiatan peliputan tadi,” katanya.
Amrul mengatakan, kehadiran Gubernur Malut di Halsel bersama perwakilan BNPB dalam rangka tugas kenegaraan berkaitan dengan mengunjungi warga yang terdampak banjir akibat bencana banjir pekan lalu.
“Maka di sinilah wartawan menjalankan tugas profesinya meliput setiap kegiatan yang diakukan Gubernur Sherly, diwawancarai untuk mendapat informasi kebijakan pemerintah terhadap kondisi Halsel saat ini pasca bencana banjir,” ujar dia.
Dalam undang-undang nomor 40 tahun 1999 pasal yang mengatur tentang larangan menghalangi kerja wartawan dan jaminan kemerdekaan pers. Sebagaimana dikutip pada pasal 4 ayat (2) dan (3) serta Pasal 18 ayat (1).
Pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran. Pasal 4 ayat (3) menjamin hak pers nasional untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi. Pasal 18 ayat (1) memberikan sanksi pidana bagi siapapun yang dengan sengaja dan melawan hukum menghalangi kerja jurnalistik.
Penjelasan lebih lanjut pasal 4 ayat (2) dan (3):Pasal ini menjamin kebebasan pers dari campur tangan negara dalam bentuk sensor, pembredelan, atau pelarangan penyiaran. Selain itu, pers juga diberikan hak untuk mencari dan menyebarluaskan informasi, yang merupakan bagian penting dari kemerdekaan pers.
“Pasal 18 ayat (1), pasal ini mengatur sanksi pidana bagi mereka yang menghalangi kerja wartawan. Sanksinya bisa berupa pidana penjara maksimal dua tahun atau denda maksimal Rp 500 juta.
Keterkaitan dengan Keterbukaan Informasi Publik,” jelasnya, (30/6).
Ia menjelaskan, sebagaimana dalam kutipan ini meskipun tidak secara eksplisit diatur dalam UU Pers, prinsip keterbukaan informasi publik sangat erat kaitannya dengan kebebasan pers. Kemerdekaan pers dalam mencari dan menyebarluaskan informasi berkontribusi pada terwujudnya keterbukaan informasi publik.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik juga memberikan hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi yang dikelola oleh badan publik, termasuk informasi yang dihasilkan oleh pers.
Hal ini juga ditegaskan pentingnya perlindungan wartawan, perlindungan hukum bagi wartawan sangat penting untuk menjaga kemerdekaan pers dan memastikan bahwa pers dapat menjalankan fungsinya sebagai pilar demokrasi.
“Kami berharap, peristiwa-peristiwa begini tidak lagi terulang kepada teman-teman wartawan yang lain dan di tempat lain. Pejabat publik atau penyelenggara negara harus mampu menjaga sikap arogannya, mengedepankan prinsip-prinsip profesionalitas, kerjasama, santun, dan humanis menerima rekan-rekan wartawan saat menjalankan tugasnya,” pungkasnya.
(Pandi)