TIDORE – HabarIndonesia.id – Polemik mengenai keterlambatan pembangunan ruas jalan Payahe–Dehepodo kembali mencuat setelah Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Maluku Utara, Samsudin A. Kadir, memberikan penjelasan resmi dalam hearing terbuka bersama massa aksi yang dikoordinir para pemuda Oba Selatan.
Di hadapan peserta demonstrasi, Sekda menegaskan bahwa pemerintah sebenarnya telah memasukkan pembangunan ruas tersebut dalam skema Dana Alokasi Khusus (DAK) 2025. Namun kebijakan efisiensi anggaran oleh pemerintah pusat membuat rencana itu harus tertunda.
“Kami sadar pembangunan ini sangat dibutuhkan masyarakat. Ruas Payahe–Dehepodo sudah kami masukkan dalam DAK 2025, tetapi terjadi efisiensi dari pusat. Berdasarkan konfirmasi dengan Bappeda dan Dinas PU, pengusulan kembali dilakukan untuk 2026,” jelas Sekda.
Ia juga memaparkan kondisi umum infrastruktur jalan di Maluku Utara. Menurutnya, dari total sekitar 1.200 kilometer jalan daerah, baru sekitar 500 kilometer yang berstatus jalan provinsi. Sementara jalan nasional yang juga sepanjang 1.200 kilometer telah rampung sekitar 98 persen.
Lebih lanjut, Sekda menerangkan bahwa pemerintah pusat kini mengalihkan fokus pembangunan melalui program IMPRES Jalan Daerah, termasuk untuk ruas Payahe–Dehepodo.
“Jalan nasional sudah selesai. Fokus pusat kini pada jalan daerah melalui IMPRES. Ruas Payahe–Dehepodo juga sudah kami usulkan. Sebagian akan dibantu APBD agar percepatannya bisa dilakukan,” tutur Sekda.

Penyampaian Sekda mendapat respons kritis dari Koordinator Lapangan Aksi, Khairul Azam. Ia mengapresiasi keterbukaan pemerintah, namun menegaskan masyarakat telah terlalu lama menunggu realisasi.
“Kami menghargai penjelasan Sekda, tetapi setiap tahun selalu ada janji pengusulan. Jalan tetap rusak dan membahayakan. Masyarakat butuh kepastian, bukan wacana,” tegas Khairul saat diwawancarai Habar Indonesia melalui WhatsApp.
Menurutnya, aksi ini menjadi simbol kekecewaan mendalam warga Oba Selatan yang merasa dianaktirikan dalam pembangunan daerah.
“Oba Selatan bagian dari Maluku Utara. Jangan hanya bagus di laporan, sementara rakyat menderita di lapangan. Pastikan 2026 bukan tahun janji baru,” tambahnya.
Salah satu orator aksi, Mudasir Yudin, menyoroti bahwa problem jalan Payahe–Dehepodo bukan hanya soal infrastruktur, tetapi menyangkut martabat dan keadilan masyarakat Oba Selatan.
“Ini bukan sekadar ruas jalan. Ini soal keadilan. Kalau jalan nasional bisa selesai 98 persen, mengapa jalan yang dipakai masyarakat kecil dibiarkan rusak bertahun-tahun?” ujarnya dalam orasi.
Mudasir menegaskan perjuangan tidak akan berhenti turun ke jalan samapai aspirasi mereka terrealisasi.
“Kami akan turun lagi jika 2026 hanya jadi alasan baru. Warga berhak atas infrastruktur layak. Jangan jadikan Oba Selatan sekadar angka laporan,” tutupnya.
(Red)














