Ternate-Habarindonesia. Seorang jurnalis media konvensional mengalami kekerasan saat meliput aksi unjuk rasa di depan Kantor Wali Kota Ternate, Senin (24/2/2025). Aksi demonstrasi yang digelar sejumlah mahasiswa ini menyoroti persoalan pemangkasan anggaran infrastruktur di daerah salah satunya anggaran Pendidikan yang mereka sebut sebagai “Indonesia Gelap.”
Aksi yang dimulai pukul 13.00 WIT semula berjalan kondusif. Namun, sekitar pukul 14.30 WIT, bentrokan terjadi antara massa aksi dan petugas Satpol PP yang berusaha menghalau mereka agar tidak melakukan tindakan anarkis. Situasi semakin memanas ketika aparat mencoba membubarkan massa secara paksa.
Di tengah ketegangan tersebut, sejumlah jurnalis yang meliput aksi menjadi sasaran kekerasan. Salah satu korban adalah Julfikram Sangadji, jurnalis Tribun Ternate, yang mengalami tindakan represif dari oknum Satpol PP yang diduga salah mengira dirinya sebagai bagian dari massa aksi.
“Saya sedang mengambil gambar di tengah aksi yang mulai memanas. Saat massa dan aparat saling dorong, tiba-tiba tangan saya dipukul. Saya langsung bilang, jangan dorong tangan saya, saya wartawan. Padahal saya sudah memakai kartu identitas wartawan. Tapi tiba-tiba saya langsung dikeroyok, dipukul, diinjak, ditendang di bagian rusuk dan wajah. Dalam kerumunan itu ada polisi dan Satpol PP, dan dugaan kuat pemukulan dilakukan oleh anggota Satpol PP,” ujar Julfikram.
Tidak hanya Julfikram, kekerasan juga dialami oleh Anty Safar, jurnalis Halmaheraraya. Anty yang berusaha mengamankan Julfikram justru menjadi korban pemukulan hingga mengalami luka di bagian bibirnya.
“Saat Julfikram dipukul lagi, kami para jurnalis mencoba mengamankannya. Saya juga ikut membantu, tapi malah mengalami kekerasan serupa hingga bibir saya pecah,” ungkap Anty.
Kasus kekerasan terhadap jurnalis seperti ini terus berulang, meskipun Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers secara tegas melindungi kerja jurnalistik. Pasal 18 Ayat (1) UU Pers menyatakan bahwa siapa saja yang menghambat atau menghalangi tugas jurnalistik dapat dikenakan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Para jurnalis yang menjadi korban meminta agar kasus ini segera diusut dan pelaku kekerasan terhadap wartawan diberikan sanksi sesuai hukum yang berlaku. Karena ini kasus kekerasan satpol PP terhadap wartawan yang sedang bertugas.
(Koce)