Berita  

PWI Malut Kecam Keras Penghalangan Wartawan saat Liput Gubernur, Ini Ancaman Demokrasi

HALSEL— Habarindonesia. Insiden penghalangan kerja jurnalistik yang dialami sejumlah wartawan di Kabupaten Halmahera Selatan saat meliput kunjungan Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda Laos, menuai kecaman keras dari Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Maluku Utara, Asri Fabanyo.

Dalam pernyataan resminya, Asri menyebut tindakan oknum TNI-Polri dan ajudan gubernur yang melarang wartawan meliput agenda resmi kepala daerah sebagai bentuk nyata arogansi kekuasaan dan ancaman serius terhadap kebebasan pers di tanah air.

“Apa yang terjadi di Halmahera Selatan bukan sekadar miskomunikasi. Itu adalah bentuk intimidasi terhadap kerja-kerja jurnalistik. Ini tidak bisa didiamkan,” ujarnya Asri kepada media Habar Indonesia.id, selasa (01/07/25)

Asri mengaku sangat menyesalkan kekerasan verbal maupun non-verbal yang diterima wartawan saat melaksanakan tugas jurnalistik di lapangan. Menurutnya, tindakan tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Kode Etik Jurnalistik, serta prinsip-prinsip dasar negara demokrasi.

“Kami mengingatkan kepada semua pihak bahwa profesi wartawan dilindungi oleh hukum. Menghalangi, mengintimidasi, apalagi melakukan kekerasan terhadap jurnalis adalah pelanggaran serius terhadap konstitusi,” katanya.

Lebih jauh, Asri melayangkan kritik tajam terhadap Gubernur Sherly Tjoanda Laos yang dinilai terlalu sibuk dengan pencitraan visual dan konten digital. Ia menyebut, publik bukan hanya membutuhkan foto-foto estetik dari tim kreator, tetapi informasi yang utuh, akurat, dan terbuka dari sumber terpercaya, yaitu pers independen.

“Gubernur jangan terlalu sibuk urus konten dan tim kreator. Kalau wartawan dihalangi, lalu hanya mengandalkan dokumentasi sendiri, itu bukan keterbukaan publik itu pencitraan murahan,” tegas Asri dengan nada tinggi.

Asri mendesak institusi TNI-Polri segera mengevaluasi personel yang terlibat dalam penghalangan kerja jurnalistik tersebut. Ia menegaskan, tugas aparat bukan mematikan fungsi kontrol publik, melainkan mengamankan dan menjamin kebebasan pers di lapangan.

“Ini tamparan keras untuk semua yang lupa bahwa jurnalis bekerja di bawah payung konstitusi. Kalau jurnalis dihalangi, maka demokrasi sedang dalam bahaya,” ucapnya.

PWI Maluku Utara secara tegas meminta agar Gubernur, Pangdam, dan Kapolda segera turun tangan, memberikan klarifikasi terbuka serta menindak tegas para pelaku yang terlibat. Jika tidak, kata Asri, insiden ini bisa menjadi preseden buruk bagi iklim demokrasi dan kebebasan pers di Maluku Utara ke depan.

“Kami tidak akan diam. Jika praktik pembungkaman ini dibiarkan, maka rakyat kehilangan hak untuk tahu, dan negara kehilangan arah demokrasi.” tutupnya.

(Pandi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *