11 Warga Adat Dikriminalisasi, Massa Aksi Geruduk Polda Maluku Utara Tuntut Keadilan

TERNATE – HabarIndonesia. Puluhan massa dari Aliansi 11 Masyarakat Adat Maba Sangaji Menggugat menggelar aksi demonstrasi di depan Markas Kepolisian Daerah (Polda) Maluku Utara, Rabu (6/8/2025), sebagai bentuk protes keras terhadap dugaan kriminalisasi terhadap 11 warga adat yang memperjuangkan tanah ulayat mereka dari ancaman ekspansi tambang.

Aksi dimulai sejak pukul 11.00 WIT dengan massa membawa berbagai spanduk dan poster, di antaranya bertuliskan “Bebaskan 11 Masyarakat Adat Maba Sangaji Tanpa Syarat”, sebagai simbol perlawanan terhadap penegakan hukum yang dianggap tidak berpihak pada rakyat kecil.

Koordinator lapangan, Ais, dalam orasinya menyatakan bahwa 11 warga yang kini sedang diproses hukum adalah para tokoh adat yang sedang mempertahankan wilayah leluhur dari perusahaan tambang PT Position, yang diduga masuk tanpa izin dari masyarakat adat.

“Kami datang bukan untuk membuat onar. Kami menggugat ketidakadilan hukum yang berpihak kepada korporasi, bukan rakyat. Ini bukan sekadar soal tanah, ini soal martabat, identitas, dan keberlanjutan hidup masyarakat adat Maba Sangaji,” tegas Ais di hadapan massa aksi dan aparat kepolisian.

Ais menuding negara gagal menjalankan amanat konstitusi. Ia menyebut bahwa tindakan kriminalisasi terhadap 11 warga adalah bentuk nyata pelanggaran terhadap UUD 1945 Pasal 28A dan 28H Ayat (1), serta UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Tuduhan hukum terhadap warga kami adalah bentuk pengkhianatan terhadap hak-hak dasar warga negara. Negara seharusnya hadir melindungi rakyat, bukan menangkapi mereka yang memperjuangkan tanah leluhur,” ujarnya Ais.

Dalam pernyataan sikap resmi, Aliansi menyampaikan enam tuntutan utama:

  • Mencabut IUP PT Position di wilayah adat Maba Sangaji;
  • Mengesahkan RUU Masyarakat Hukum Adat;
  • Mendesak Kapolda Malut memeriksa PT Position yang diduga merugikan negara Rp374,9 miliar;
  • Meminta Kejati Malut mempertimbangkan hak-hak masyarakat adat;
  • Menangkap dan mengadili mafia tanah;
  • Menuntut sikap tegas dari Pemprov Maluku Utara, atau Maluku Utara siap referendum.

Aksi ini dikawal ketat oleh aparat keamanan. Di atas mobil komando, salah satu orator menyatakan bahwa perjuangan belum selesai.

“Jika suara kami terus diabaikan, kami akan menjahit kekuatan rakyat dan kembali turun dengan gelombang massa yang lebih besar,” serunya.

Wilayah Maba Sangaji, menurut Ais, telah menjadi sasaran ekspansi tambang yang masif dalam beberapa tahun terakhir. PT Position disebut tidak menjalankan prinsip Free, Prior and Informed Consent (FPIC), serta dituding melakukan eksplorasi tanpa izin masyarakat adat.

Ia juga menambahkan, Aksi ini menambah panjang daftar konflik agraria di Indonesia Timur yang belum terselesaikan. Seruan pencabutan izin usaha tambang, penghentian kriminalisasi warga adat, dan pengesahan regulasi perlindungan adat semakin menggema.

Kini, pertanyaan besar Ais juga mengemuka, akankah negara berpihak pada keadilan ekologis dan sosial, atau tetap tunduk pada kuasa modal?.

(Apot)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *