Berita  

Sengketa Tanah Maliaro Memanas, Mantan Ketua PN Ternate Diduga Terlibat Mafia Tanah

TERNATE – HabarIndonesia. Konflik sengketa lahan di Kelurahan Maliaro, Kota Ternate, semakin memanas dan menyeret sejumlah nama besar.

Kasus ini mencuat usai Eko Adrianto Yani Sosilo melayangkan gugatan wanprestasi terhadap Hindun Wahid dan Hamida Wahid di Pengadilan Negeri (PN) Ternate, Jumat (13/6/2025).

Pukul 10.45 WIT, jajaran dari Kantor Pertanahan Kota Ternate bersama pihak Notaris turun langsung ke lokasi sengketa di samping SPBU Maliaro untuk melakukan pengukuran.

Kehadiran mereka justru memicu reaksi keras dari pihak yang mengklaim sebagai pemilik sah lahan.

Awaluddin M. Sawal, salah satu ahli waris yang mengklaim hak atas tanah tersebut, menyebut bahwa kasus ini sarat rekayasa dan praktik mafia tanah.

Ia secara terbuka menuduh mantan Ketua PN Ternate, Rommel Franciskus Tampubolon, terlibat dalam upaya pemalsuan dokumen dan manipulasi hukum.

“Rommel itu murni mafia tanah. Dia sudah pindah ke Sragen, tapi namanya masih membekas di Ternate karena ulahnya. Putusan PK Mahkamah Agung Nomor 730/PK/PDT/2001 itu salah objek dan dipaksakan untuk menyesatkan proses hukum,” tegas Awaluddin kepada media.

Tak hanya itu, Awaluddin menyebut keterlibatan lurah Maliaro dan mempertanyakan kompetensi pihak pertanahan Kota Ternate yang dianggapnya tidak memahami substansi perkara.

“Akta tahun 1966 dan sertifikat tahun 1975 tak bisa mengalahkan surat kami yang terbit tahun 1963. Kami lebih dulu menempati tanah ini,” ujarnya.

Ia juga mengungkap bahwa berdasarkan surat edaran Kanwil Pertanahan tanggal 23 Desember 2024, status tanah tersebut telah dikembalikan ke negara.

“Kalau kembali ke negara, harus dilihat siapa yang lebih dulu tinggal. Kami jelas lebih dulu,” tegasnya.

Lebih jauh, Awaluddin menilai keputusan 730 merupakan hasil rekayasa antara Rommel dan Panitera Jefri Pratama.

“Saya sudah ke Bawas RI, BPN pusat, hingga ke Mahkamah Agung untuk mengecek. Anehnya, perkara itu disebut, tapi tak terdaftar,” ungkapnya.

Kepada pejabat Notaris dan BPN Kota, Awaluddin meminta agar pengukuran lahan dihentikan sampai status hukum jelas.

“Kalau mau ukur, tanya dulu ini tanah siapa. Jangan main ukur saja. Lengkapi dulu dokumen kalian,” ujarnya dengan nada tinggi.

Awaluddin mengaku telah mengundang semua pihak mulai dari lurah, polisi, Babinsa, pejabat notaris, hingga pihak pertanahan untuk duduk bersama menyelesaikan persoalan secara musyawarah. Namun saat dirinya mendatangi BPN, tidak satu pun pihak yang hadir sesuai kesepakatan.

“Kami tetap terbuka untuk musyawarah, tapi jangan abaikan hukum dan keadilan. Jika pengukuran ini dipaksakan tanpa dasar yang kuat, kami akan tempuh jalur hukum lebih keras,” pungkasnya dengan lantang.

(Agis)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *