Berita  

Pemerintah Provinsi Maluku Utara Tertekan, Utang Daerah Membengkak, FP3 Desak Penyelesaian Tegas

TERNATE – HabarIndonesia.id. Pemerintah Provinsi Maluku Utara (Pemprov Malut) kembali menjadi sorotan tajam publik setelah tekanan keras dilayangkan terkait membengkaknya utang daerah yang mencapai Rp 270 miliar.

Sorotan itu datang dari Front Pemuda Peduli Pembangunan (FP3) Malut dalam aksi unjuk rasa di depan kediaman Gubernur Sherly Tjoanda Tjoanda, yang saat ini menetap di Hotel Bela Ternate, Kamis (10/9).

Dalam aksi tersebut, massa FP3 membawa serta data rinci mengenai utang yang disebut telah lama tertunggak. Berdasarkan data itu, utang Pemprov Malut terbagi ke dalam tiga komponen utama.

Utang reguler sebesar Rp 157 miliar, proyek multiyears Rp 70 miliar, serta utang kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp 43 miliar. Ketiga pos ini merupakan kewajiban yang seharusnya diselesaikan sejak 2022 namun justru tidak dianggarkan dalam APBD Induk 2025.

Koordinator aksi FP3, Juslan J Latif, dengan tegas menyebut pengabaian utang dalam APBD sebagai bentuk pengingkaran janji oleh Pemprov.

“APBD Induk sudah disahkan, tapi utang tidak jadi prioritas. Kami tidak mau lagi dibohongi dengan janji APBD-P,” ujarnya lantang dalam orasinya di hadapan ratusan massa.

Menurut Juslan, langkah Pemprov yang terkesan sengaja menunda pelunasan tanpa alasan yang jelas menjadi sinyal lemahnya komitmen terhadap tanggung jawab keuangan daerah.

FP3 memberikan tenggat waktu hingga pembahasan APBD Perubahan 2025 untuk memastikan adanya alokasi pelunasan utang.

Dalam tuntutannya, FP3 menyampaikan tiga poin penting: pertama, mendesak pencopotan Sekda Malut yang juga Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Kepala BPKAD;

kedua, pembentukan panitia khusus (pansus) DPRD untuk mengaudit utang daerah periode 2022–2024; dan ketiga, evaluasi menyeluruh terhadap APBD Perubahan 2025 agar fokus pada penyelesaian utang.

“Jika tuntutan ini diabaikan, kami akan boikot total Kantor Gubernur. Aksi ini akan kami perluas dengan melibatkan elemen masyarakat lain,” tegas Juslan, seraya menyampaikan bahwa aksi selanjutnya bisa melibatkan gelombang masyarakat yang lebih besar.

Juslan, menyoroti pula dampak domino dari tunggakan utang ini. Sejumlah kontraktor lokal disebut mengalami kesulitan keuangan, terutama dalam membayar supplier dan upah pekerja.

Lanjutnya, Kondisi ini menciptakan efek berantai yang menghantam pelaku usaha kecil dan memperlambat perputaran ekonomi daerah.

”Situasi ini memicu efek berantai hingga ke masyarakat bawah, karena keterlambatan pembayaran proyek berimbas pada terhentinya aktivitas usaha kecil,” ujar Juslan dalam pernyataannya kepada media.

Ia mengatakan, Hingga berita ini diturunkan, Gubernur Sherly Tjoanda maupun jajaran Pemprov Malut belum memberikan keterangan resmi.

Tidak satu pun pejabat terlihat memberikan klarifikasi atas tuntutan yang berkembang. Kondisi ini menambah tekanan terhadap Pemprov untuk segera mengambil langkah konkret.

FP3 menilai sikap bungkam pemerintah sebagai bentuk pengabaian atas keresahan masyarakat.

“Sikap pasif Pemprov ini semakin memicu kritik publik. Aksi hari ini adalah peringatan keras agar Gubernur segera bertindak,” tandas Juslan.

Desakan terhadap Gubernur Sherly diperkirakan akan terus menguat menjelang pembahasan APBD Perubahan.

Juslan bahkan memastikan, jika tak ada langkah nyata dari eksekutif, mereka akan mendorong DPRD menggunakan hak konstitusionalnya untuk melakukan pengawasan lebih ketat terhadap pengelolaan keuangan daerah.

(Momole)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *