Berita  

Masyarakat Adat Sahu Gelar Aksi Tolak Proyek Geothermal di Telaga Rano, Ancam Boikot Akses Air Bersih

HALBAR – HabarIndonesia.id — Forum Masyarakat Peduli Telaga Rano menggelar aksi demonstrasi di Kantor Bupati Halmahera Barat sebagai bentuk penolakan terhadap rencana masuknya Proyek Geothermal Panas Bumi di kawasan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Telaga Rano.

Massa aksi menuntut pemerintah daerah membatalkan rencana proyek panas bumi yang dinilai mengancam tanah ulayat dan sumber kehidupan masyarakat adat Suku Sahu di kawasan Telaga Rano.

Aksi dipimpin oleh Forum Masyarakat Peduli Telaga Rano, dengan orator utama Rheyn dan Ongen, yang mewakili suara masyarakat adat Suku Sahu.

Demonstrasi berlangsung di Kantor Bupati Halmahera Barat, sementara lokasi yang dipersoalkan adalah Telaga Rano, wilayah seluas 16.000 hektare yang diklaim sebagai tanah ulayat masyarakat adat Suku Sahu.

Aksi digelar pada Senin, 17 November 2025. Para peserta aksi menolak proyek geothermal karena dianggap:

  • Mengancam tanah leluhur dan tanah ulayat masyarakat adat.
  • Merusak lingkungan, sumber air, serta lahan pertanian masyarakat.
  • Mengganggu sumber ekonomi warga yang bergantung pada cengkeh, pala, dan kelapa.

Dalam orasinya, Ongen menegaskan bahwa Telaga Rano adalah “tanah leluhur yang menjaga kehidupan masyarakat melalui sumber air dan kesuburan alam.”

“Kami Hidup dengan Cengkeh, Pala, dan Kelapa, bukan dengan Perusahaan apalagi Geothermal. Untuk itu, Geothermal Panas Bumi segera angkat Kaki dari Tanah Leluhur Kami. Kami berhak pertahankan tanah ulayat kami,” Ungkapnya Ongen

Lanjutan Ongen, hal ini sejalan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, tentang pengakuan dan penghormatan negara terhadap hukum adat. Pasal 28I ayat (3) UUD 1945, tentang identitas budaya dan hak masyarakat tradisional. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA). Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012, yang menegaskan bahwa hutan adat bukan hutan negara. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

ia juga mengatakan, Massa aksi menyayangkan ketidakhadiran Bupati James Uang, Wakil Bupati Djufri Muhammad, maupun pejabat teras lainnya yang dinilai harus memberikan penjelasan langsung kepada warga. Pihak pemerintah disebut sedang berada di luar daerah.

Hal yang sama juga di sampaikan oleh Rheyn, Karena tidak mendapat tanggapan, massa aksi mengancam memboikot pasokan air bersih yang dikonsumsi masyarakat Halmahera Barat. Air tersebut bersumber langsung dari wilayah Telaga Rano yang menjadi objek sengketa.

“Jika tuntutan kami diabaikan, kami siap memboikot seluruh akses air bersih untuk masyarakat Halmahera Barat dan terus melakukan aksi mogok,” ujar Rheyn dalam orasinya.

Sebagai penutup ia menegaskan Akai ini sebagai sikap masyarakat adat Suku Sahu yang tetap berdiri untuk mempertahankan tanah ulayat Telaga Rano. Hingga berita ini diturunkan, pemerintah daerah belum memberikan pernyataan resmi terkait tuntutan massa aksi.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *