TERNATE — HabarIndonesia.id – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memperkuat pendekatan berbasis kepulauan dalam upaya mendorong efektivitas pelaksanaan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Upaya ini disampaikan dalam Dialog Publik Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang digelar di Batik Hotel, Kota Ternate, Sabtu (6/12/2025), dengan menggandeng pemerintah daerah, lembaga layanan, dan pemangku kepentingan lainnya.
Dialog publik ini membahas peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Maluku Utara serta langkah strategis yang diperlukan untuk memperkuat implementasi UU TPKS.
Acara dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Wakil Ketua II DPRD Provinsi Maluku Utara, Hj. Husni Bopeng, S.Ip., M.Si., Dari Partai NasDem yang menjadi salah satu pembicara utama.
Dalam sambutan pidato Husni Bopeng menegaskan bahwa kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan harus menjadi momentum memperkuat komitmen perlindungan perempuan melalui kebijakan dan tindakan nyata.
“Kekerasan terhadap perempuan bukan sekadar pelanggaran hukum, ini pelanggaran martabat manusia dan ancaman serius bagi kualitas sumber daya manusia daerah,” tegasnya.
Lanjutnya, Menurut data DP3A dan SIMFONI-PPA, situasi kekerasan di Maluku Utara menunjukkan tren mengkhawatirkan. 384 kasus kekerasan perempuan dan anak tercatat sepanjang 2024.Terjadi kenaikan kasus di tahun 2023 sebanyak 410 kasus, di tahun 2024 sebanyak 464 kasus dengan 492 korban.
“Kota Ternate tercatat sebagai wilayah dengan kasus tertinggi. Pulau Morotai melaporkan 46 kasus sepanjang 2024. Dengan data yang ada saya menilai peningkatan ini menunjukkan bahwa sistem perlindungan perempuan masih belum optimal,” Ucapnya
Husni memaparkan sejumlah persoalan mendasar terkait kekerasan terhadap perempuan di Maluku Utara:
- Pelaksanaan UU TPKS belum berjalan maksimal.
- Minimnya pemahaman aparat penegak hukum dan kurangnya SOP lintas sektor.
- Budaya patriarki dan victim blaming masih kuat.
- Minimnya shelter aman, pendamping psikolog, dan konselor bersertifikat.
- Akses pelaporan tidak merata, termasuk keterbatasan penggunaan SIMFONI-PPA.
- Lemahnya penindakan hukum, banyak kasus tidak tuntas.

Husni menguraikan tiga strategi besar sebagai solusi misalnya jangka pendek, menengah, dan panjang.
1. Solusi Jangka Pendek
- Pembentukan Tim Reaksi Cepat Penanganan Kekerasan Seksual (TRC-PKS) 24 jam.
- Optimalisasi layanan pengaduan: hotline, WhatsApp, integrasi kepolisian dan fasilitas kesehatan.
- Sosialisasi massif UU TPKS di desa dan sekolah.
- Penguatan P2TP2A serta penambahan tenaga pendamping.
2. Solusi Jangka Menengah
- Pembangunan rumah aman di tiap kabupaten/kota.
- Pembentukan UPPA Desa/Kecamatan terintegrasi dengan DP3A.
- Revitalisasi kurikulum sekolah terkait gender, anti kekerasan, dan kesehatan reproduksi.
- Digitalisasi pelaporan melalui integrasi SIMFONI-PPA.
3. Solusi Jangka Panjang
- Membangun ekosistem perlindungan perempuan berbasis keterlibatan keluarga dan masyarakat.
- Pemberdayaan ekonomi perempuan untuk mencegah ketergantungan pada pelaku.
- Kemitraan dengan media untuk pemberitaan ramah penyintas.
- Penelitian rutin mengenai kekerasan berbasis gender di Maluku Utara.
Husni menegaskan empat komitmen utama sebagai Wakil Ketua II DPRD Maluku Utara:
- Mempercepat pembentukan Peraturan Daerah Perlindungan Perempuan.
- Mengawal anggaran layanan perempuan dalam APBD.
- Memastikan seluruh instansi menjalankan amanah UU TPKS.
- Memperkuat koordinasi lintas sektor agar korban tidak terabaikan.
Menurut Husni, kekerasan terhadap perempuan bukan hanya tanggung jawab aparat atau dinas terkait, tetapi isu kemanusiaan yang membutuhkan kesadaran kolektif.
“Mari menjadikan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan bukan acara tahunan, tetapi gerakan berkelanjutan untuk masa depan generasi kita,” pungkasnya.
(Red)














