Berita  

Dugaan Korupsi Dana Desa Menggunung, Warga Tagia Tuntut Kepala Desa Dicopot.

HALSEL — HabarIndonesia. Warga Desa Tagia, Kecamatan Gane Timur Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan, resmi mengajukan tuntutan pemberhentian terhadap Kepala Desa melalui Badan Permusyawaratan Desa (BPD) pada 17 Februari 2025.

Desakan itu dilatarbelakangi oleh dugaan kuat terjadinya penyelewengan dana desa senilai hampir setengah miliar rupiah, Sabtu 05/07/25.

Ketua BPD Tagia, Yolden Mani, menegaskan bahwa tuntutan tersebut merupakan bentuk aspirasi rakyat demi menegakkan akuntabilitas dan transparansi dalam tata kelola desa.

“Tuntutan ini mencerminkan upaya masyarakat untuk menuntut akuntabilitas dari Kepala Desa mereka. Ini bukan sekadar kekecewaan, tapi seruan untuk keadilan,” tegas Yolden kepada wartawan.

Berdasarkan data hasil penelusuran warga bersama BPD, terdapat indikasi kuat penyalahgunaan dana pada beberapa kegiatan fisik tahun anggaran 2023 dan 2024, termasuk pembangunan pagar, pengadaan lampu jalan (bidang energi dan sumber daya mineral), fasilitas TPQ (bidang kebudayaan dan keagamaan), serta ketahanan pangan. Total kerugian negara diduga mencapai Rp343 juta karena kegiatan tersebut tidak terlaksana sebagaimana mestinya.

Tak hanya itu, Kepala Desa juga dituduh menahan pembayaran gaji perangkat desa dan anggota BPD untuk bulan November dan Desember 2024 senilai Rp48,3 juta. Termasuk insentif untuk kader Posyandu, bidan desa, guru PAUD, majelis sarah, hingga dana kesehatan masyarakat sebesar Rp46,2 juta yang hingga kini belum disalurkan. Bahkan, pemotongan gaji untuk sekdes, kaur, kasi, RW dan RT selama September–Oktober 2024 juga ditemukan sebesar Rp7 juta.

Jika ditotal, nilai kerugian dan dugaan penyalahgunaan anggaran desa mencapai Rp444,5 juta. Hal ini kian memperparah citra kepemimpinan Kepala Desa Tagia yang dinilai tidak pernah transparan dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban dari tahun 2023 hingga awal 2025.

“Setiap kali diminta laporan, selalu menghindar. Bahkan pencairan dana tahap pertama tahun 2025 juga tidak jelas arah penggunaannya,” ungkap Abd Rahman, anggota BPD,

Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kepala Desa yang terbukti menyalahgunakan anggaran negara, termasuk dana desa, bisa dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 yang mengatur tentang kerugian keuangan negara dan penyalahgunaan wewenang. Selain itu, UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 juga secara eksplisit memberikan sanksi tegas terhadap Kepala Desa yang menyimpang.

Bentuk dugaan korupsi yang terjadi pun tergolong lengkap: dari penggelapan dana, mark-up proyek, proyek fiktif, hingga penyalahgunaan kekuasaan.

“Ini sudah bukan sekadar kelalaian, tapi kejahatan administratif dan pidana,” ungkap Rusdi, salah satu tokoh masyarakat dengan nada geram.

Pihak kecamatan, melalui camat setempat, juga membenarkan adanya laporan tersebut. Ia mengakui bahwa monitoring staf kecamatan menunjukkan bahwa dana tahap pertama tahun 2025 belum digunakan untuk kegiatan fisik apapun, sebagaimana dikeluhkan masyarakat.

“Saat dipanggil untuk rapat pertanggungjawaban di kantor desa, Kepala Desa justru tetap bungkam. Tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan masalah ini,” katanya Rusli Sam, pak camat.

Kini, masyarakat Tagia bersama perwakilan BPD dan tokoh masyarakat tengah bersiap mengadukan kasus ini secara resmi ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Inspektorat, hingga aparat penegak hukum di Bacan. Mereka menuntut pengusutan tuntas dan pencopotan Kepala Desa dari jabatannya.

“Jika tidak ada tindakan tegas, konflik horizontal bisa meledak. Pemerintah kabupaten harus segera bertindak sebelum situasi memburuk,” pungkas jaka, seorang tokoh pemuda.

Ia menjelas, Situasi di Desa Tagia kini menggambarkan potret kelam tata kelola desa yang lemah pengawasan dan sarat kepentingan. Aspirasi masyarakat adalah suara keadilan yang tak boleh diabaikan.

(Munces)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *