TERNATE – HabarIndonesia. Dugaan kasus penelantaran istri dan anak oleh anggota DPRD Kabupaten Halmahera Barat berinisial EM dari Partai Perindo kini memasuki babak serius.
Meski status perkara telah naik dari penyelidikan ke penyidikan, namun hingga kini Polda Maluku Utara dinilai mandek dalam penanganan kasus tersebut. Seluruh proses pemeriksaan telah rampung, namun belum ada penetapan tersangka.
Kuasa hukum korban PCS, Abdullah Ismail, menegaskan bahwa bukti-bukti yang diajukan telah lengkap dan unsur pidana penelantaran telah terpenuhi.
“Selama dua tahun, klien kami dan anak-anaknya tidak diberi nafkah sepeserpun oleh suaminya. Itu jelas-jelas bentuk penelantaran yang tidak bisa dibantah,” tegas Abdullah saat dikonfirmasi, Selasa (30/7/2025).
Abdullah mengungkapkan bahwa seluruh saksi telah diperiksa dan dokumen penting telah diserahkan ke pihak Subdit PPA Polda Maluku Utara. Namun, sampai saat ini belum ada gelar perkara untuk menetapkan EM sebagai tersangka.
“Kami mempertanyakan ada apa dibalik lambannya penetapan tersangka ini, jangan karena penyataan yang tidak punya kekuatan hukum bisa memperlambat proses penetapan,” katanya tegas.
Terkait surat pernyataan damai yang dilayangkan kuasa hukum EM saat pemeriksaan di Polres Halmahera Utara, Abdullah menilai surat itu tidak memiliki kekuatan hukum.
“Itu hanya surat internal yang tidak bisa dijadikan dasar hukum apapun. Apalagi status pernikahan klien kami masih sah di mata hukum, karena belum ada putusan cerai yang berkekuatan hukum tetap,” ujar Abdullah.
Lebih lanjut, Abdullah menjelaskan bahwa gugatan perceraian yang diajukan EM ke Pengadilan Negeri Tobelo masih dalam tahap banding, sehingga secara hukum EM masih berstatus sebagai suami sah.
“Surat damai tidak bisa menghalangi proses hukum, apalagi gugatan cerai belum inkrah. Mengandalkan surat itu sebagai alasan menunda penyidikan adalah keliru besar,” katanyaAbdullah.
Dalam mediasi pertama yang dilakukan di PN Tobelo, kuasa hukum EM sendiri mengakui bahwa surat pernyataan damai tidak punya kekuatan pembuktian, baik secara pidana maupun perdata.
“Kami sudah sampaikan bahwa gugatan itu prematur. Mereka masih suami istri secara hukum, jadi tidak bisa ada alasan untuk menunda proses pidana,” tegas Abdullah.
Abdullah juga menyoroti sikap penyidik Polda Maluku Utara yang seolah-olah mengulur waktu dengan menjadikan surat damai sebagai alasan.
“Penyidik harusnya paham bahwa perkara ini murni pidana penelantaran, bukan perkara rumah tangga biasa yang bisa diselesaikan secara kekeluargaan,” katanya.
Ia mendesak Jaksa Penuntut Umum yang telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Polda Malut untuk segera mengambil tindakan.
“Kami minta jaksa melihat kasus ini secara menyeluruh dan segera mendorong penyidik menetapkan EM sebagai tersangka,” tegasnya.
Sebagai penutup, Abdullah menyatakan bahwa lambannya penanganan kasus ini mencederai rasa keadilan korban.
“Kami tidak ingin penegakan hukum ini tersandera oleh status politik pelaku. Semua warga negara sama di mata hukum. Kami tidak akan tinggal diam,” pungkasnya.
(Red)