TERNATE — HabarIndonesia.id – Wakil Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) IAIN Ternate, Ibnu Haris, kembali melontarkan kritik keras terhadap Pemerintah Provinsi Maluku Utara (Pemprov Malut) di bawah kepemimpinan Gubernur Sherly Tjoanda, terkait belum tuntasnya pembayaran tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) kabupaten/kota tahun 2024.
Pemprov Malut disebut belum merampungkan penyaluran DBH 2024 kepada seluruh kabupaten/kota, meski sebelumnya Gubernur Sherly Tjoanda mengklaim bahwa pemerintah akan menyalurkan Rp 15 miliar untuk tiap daerah dan sebagian dana disebut telah direalisasikan. Faktanya, hingga kini baru Halmahera Utara (Halut) dan Halmahera Barat (Halbar) yang menerima pembayaran.
“Sementara itu, daerah lainnya masih menunggu. Salah satunya Kabupaten Pulau Morotai, yang masih memiliki tunggakan Rp 12,6 miliar dan baru menerima Rp 1,6 miliar dari total kewajiban provinsi,” Ujarnya Ibnu.
Kritik disampaikan oleh Ibnu Haris, Wakil Ketua DEMA IAIN Ternate, yang menilai langkah Pemprov Malut sebagai bentuk ketidakadilan fiskal dan praktik yang berpotensi menimbulkan diskriminasi antar-daerah.
Pernyataan protes disampaikan di Ternate, serta berkaitan dengan kondisi fiskal yang dialami beberapa kabupaten/kota di wilayah Provinsi Maluku Utara.
Kritik dilontarkan pada saat pemerintah provinsi belum merampungkan pembayaran DBH tahun anggaran 2024 hingga akhir tahun berjalan.
Menurut Ibnu, penyaluran DBH tidak boleh dilakukan secara “tebang pilih”. Ia menegaskan bahwa DBH merupakan hak konstitusional kabupaten/kota yang harus dibayarkan sesuai ketentuan UU No. 33 Tahun 2004 dan aturan turunan pengelolaan keuangan daerah.
Keterlambatan dan ketimpangan pembayaran dinilai melanggar prinsip transparansi, akuntabilitas, serta good governance, sekaligus berpotensi menghambat program pembangunan dan pelayanan publik.
Ibnu menegaskan ketidakkonsistenan Pemprov Malut telah menyebabkan berbagai daerah kesulitan menjalankan program pembangunan yang bergantung pada DBH.
Ia menyebut keterlambatan dana sebesar Rp 12,6 miliar di Morotai telah menghambat sektor-sektor vital yang membutuhkan dukungan anggaran.
“Kami mahasiswa akan terus mengawal masalah ini. Jika Pemprov Malut tidak segera menyelesaikan kewajibannya, maka ruang untuk pengawasan publik bahkan protes yang lebih keras akan kami lakukan,” tegasnya.
Lanjut Ibnu, situasi ini menambah sorotan terhadap tata kelola keuangan Pemprov Malut, yang dinilai harus dibenahi secara serius.
Sebagai penutup Ibnu mengatakan, janji pembayaran Rp 15 miliar per kabupaten/kota disebut tak boleh berhenti sebagai retorika, tetapi harus direalisasikan secara merata demi menjaga kepercayaan publik dan memastikan pembangunan daerah berjalan adil serta sesuai hukum.
(Agis/eEko)














