Berita  

Nasib Nelayan Terancam, IUP Tambang di Mangoli dan PAD Perikanan Sula Nol Besar

SULA – HabarIndonesia. Nasib nelayan di Kepulauan Sula kian mengkhawatirkan. Aktivitas tambang yang marak di Pulau Mangoli serta nihilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor perikanan selama enam tahun terakhir, menjadi dua ancaman serius yang mengintai masa depan pesisir.

Dalam beberapa waktu terakhir, publik dikejutkan oleh kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang di Provinsi Maluku Utara. Di Kepulauan Sula, khususnya Pulau Mangoli, tercatat terdapat 10 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang kini menjadi sorotan karena potensi dampaknya terhadap lingkungan laut dan mata pencaharian nelayan.

Pulau Mangoli berada di wilayah perairan Zona 715 wilayah strategis perikanan nasional yang selama ini menyumbang hasil laut dalam jumlah besar, bahkan untuk daerah tetangga seperti Sulawesi Utara. Keberadaan perusahaan tambang di zona ini dianggap mengancam salah satu pusat produksi perikanan nasional.

“Bagaimana nasib nelayan Kepulauan Sula jika laut kita tercemar limbah tambang? Ironisnya, selama hampir enam tahun terakhir, sektor perikanan tak menghasilkan PAD sama sekali, padahal potensi kita sangat besar,” tegas Raski Soamole, Sekretaris DPC Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kepulauan Sula, kepada HabarIndonesia.id, Selasa (10/06/2025).

Raski juga menyoroti masalah kelangkaan BBM bersubsidi yang kian parah. “Banyak nelayan akhirnya tidak bisa melaut. Tanpa bahan bakar, bagaimana mereka bisa bertahan hidup,” tambahnya.

Menurutnya, ancaman terbesar bagi nelayan Sula datang dari dua arah sekaligus. Kerusakan lingkungan akibat tambang dan lemahnya pengelolaan sektor perikanan oleh Dinas Perikanan Kabupaten maupun Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi. Kedua hal ini, katanya, sama-sama menekan dan mengancam kelangsungan hidup masyarakat pesisir.

DPC HNSI Kepulauan Sula secara tegas menyatakan penolakan terhadap seluruh bentuk aktivitas pertambangan di wilayah Kepulauan Sula. Mereka menyerukan penghentian eksploitasi yang membahayakan lingkungan laut serta mendesak pemerintah untuk berpihak pada nelayan.

“Kami juga mengutuk keras ketidaktegasan Dinas Perikanan Provinsi dalam mengelola sumber daya perikanan. PPI Wainin tidak dikelola secara maksimal, PAD nol, dan nelayan makin tertindas. Ini bentuk nyata ketidakpedulian terhadap nasib nelayan Sula,” tutup Raski.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *