Berita  

Pengawasan DKP Malut Lemah Perairan Loloda Morotai Haltim Rawan Konflik Nelayan Lokal dan Luar

TERNATE – HabarIndonesia. Situasi perikanan tangkap di Maluku Utara semakin memanas. Perubahan arah kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait perizinan armada tangkap yang berijin pusat, terbukti mulai menimbulkan gesekan tajam antara nelayan lokal dan kapal-kapal dari luar daerah.

DPD HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia) Maluku Utara dengan keras menyoroti insiden-insiden yang terjadi di perairan Loloda dan Morotai. Plt. Ketua DPD HNSI Maluku Utara, Hamka Karepesina, S.Pi, M.Si, menyatakan bahwa kebijakan KKP tanpa sosialisasi massif kepada nelayan kecil justru membuka pintu konflik terbuka di laut.

“Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara terkesan tutup mata! Kalau ini dibiarkan terus, perairan kita akan menjadi ajang pertarungan berdarah antara nelayan lokal dan nelayan luar,” tegas Hamka kepada awak media 05/06/25.

Hamka tidak menampik bahwa kapal-kapal dari luar seperti Bitung memiliki dokumen resmi, seperti SIPI untuk menangkap ikan di atas 12 mil laut, namun realitas di lapangan memperlihatkan dampak buruk dari tumpang tindih wilayah tangkap yang tidak disosialisasikan dengan baik.

“Mereka memang legal secara dokumen, tapi hadirnya kapal-kapal ini di wilayah tangkap nelayan lokal menimbulkan keresahan luar biasa. Sudah ada aksi pengusiran, bahkan nyaris terjadi pembakaran kapal! Ini bukan hal sepele,” ujarnya.

Hamka menegaskan bahwa konflik dipicu oleh rebutan lokasi rumpon alat bantu penangkapan ikan yang tersebar di perairan Loloda dan Morotai. Ketegangan semakin tak terkendali karena nelayan lokal merasa dirugikan dan termarjinalkan.

DPD HNSI Maluku Utara dengan tegas mendesak Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara, Sherly Laos–Sarbin Sehe, untuk segera turun tangan! Instruksi langsung harus diberikan kepada Plt. Kepala DKP Malut, Fauzi Momole, S.Pi, untuk menyelesaikan persoalan ini secara serius dan tuntas.

Langkah konkret yang diusulkan antara lain:

  • Identifikasi dan penertiban kepemilikan rumpon;
  • Pemetaan dan sosialisasi wilayah penangkapan berdasarkan WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan);
  • Pendidikan intensif bagi nelayan lokal tentang batas-batas operasional kapal berizin pusat;

DPD HNSI juga menegaskan bahwa konflik ini bukan sekadar soal ekonomi.

“Ini menyangkut stabilitas sosial! Ketegangan ini bisa meledak jadi konflik horizontal jika tidak segera diselesaikan,” tegas Hamka lagi.

Sebagai langkah strategis, DPD HNSI Maluku Utara akan melakukan koordinasi langsung dengan DPD HNSI Sulawesi Utara, yang dipimpin oleh Bupati Minahasa Utara, Joune J.E Genda, guna mendorong solusi lintas provinsi demi ketertiban di laut Maluku Utara.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *