Berita  

SKandal P3K Kemenag Halsel, Dugaan Nepotisme Pecah di Tengah Harapan Honorer

HALSEL – Habarindonesia. Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), institusi yang sejak 1946 dipercaya menjaga moral bangsa, kini sedang diambang krisis kepercayaan.

Di Kabupaten Halmahera Selatan, dugaan pelanggaran serius dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) mencuat dan mengguncang publik.

Gerakan Pemuda Marhaenisme (GPM) Halsel membeberkan bukti-bukti yang mengejutkan. Mereka menuding adanya ketidakadilan dalam penerbitan Surat Keputusan (SK) honorer yang menjadi syarat administratif seleksi P3K.

Ironisnya, SK itu diterbitkan untuk peserta yang diduga tidak aktif bekerja selama dua tahun terakhir, jumat 23/05/25.

“Ini bukan hanya pelanggaran administratif. Ini bentuk nyata ketidakadilan dan dugaan nepotisme,” teriak Ketua GPM Halsel, Bung Harmain Rusli, dalam aksi demonstrasi di depan Kantor Kemenag Halsel.

Bukti investigasi menyebutkan SK tersebut dikeluarkan oleh mantan Kepala KUA Mandioli Selatan kepada individu bernama Pingki Arifin, meski yang bersangkutan tidak memenuhi syarat aktif kerja sebagaimana diwajibkan oleh KepmenPAN-RB Nomor 347 Tahun 2024.

Bahkan KepmenPAN-RB Nomor 6 Tahun 2024 secara tegas menyatakan bahwa kelulusan peserta dapat dibatalkan jika terbukti tidak memenuhi syarat. Namun, kenyataan di lapangan justru sebaliknya: peserta yang memenuhi kriteria justru disingkirkan.

“Kami menerima banyak laporan dari tenaga honorer yang selama ini bekerja penuh dedikasi tapi tak diakui. Mereka kecewa dan merasa dikhianati oleh sistem yang seharusnya adil,” kata Harmain lantang.

GPM Halsel tak tinggal diam. Mereka mendesak agar Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Maluku Utara dicopot karena dianggap lalai mengawasi proses seleksi. Selain itu, Kepala Kemenag Halsel juga diminta segera mengevaluasi internal dan membatalkan SK bermasalah.

Ancaman GPM jelas, jika tuntutan tidak digubris, mereka akan melapor ke Ombudsman RI dan menggelar aksi besar-besaran dengan massa yang lebih banyak.

“Ini baru awal. Kami tak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan,” tandas Harmain.

Kasus ini menimbulkan gelombang kekecewaan di kalangan honorer yang merasa diperlakukan tidak adil. Banyak dari mereka telah bertahun-tahun mengabdi tanpa status tetap, kini harus gigit jari akibat permainan di balik layar.

(Supandi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *