HALSEL- Habarindonesia. Halmahera Selatan mencatat pertumbuhan ekonomi tertinggi di Provinsi Maluku Utara pada tahun 2024, Meskipun data menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi daerah meningkat sebesar 23.95 persen, Hal ini terlihat dari angka kemiskinan yang masih relatif tinggi dan belum mengalami penurunan signifikan.
hal itu belum sepenuhnya berdampak pada perbaikan kesejahteraan masyarakat secara merata, Jumat 04/07/25.
Fenomena ini mengindikasikan bahwa hasil pembangunan ekonomi belum mampu menyentuh seluruh lapisan masyarakat, khususnya kelompok rentan dan berpenghasilan rendah. Akses masyarakat miskin terhadap lapangan pekerjaan, pendidikan, serta layanan dasar masih menjadi tantangan besar.
Pemerintah daerah perlu memastikan bahwa setiap program pembangunan tidak hanya fokus pada angka pertumbuhan, tetapi juga pada pemerataan manfaat agar kesejahteraan benar-benar dirasakan oleh seluruh masyarakat.
Data tersebut disampaikan oleh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Halmahera Selatan, Muhammad Budiman Johra, dalam wawancara di ruang kerjanya pada Kamis, 3 Juli 2025.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut sebagian besar ditopang oleh sektor industri pengolahan dan pertambangan.
“Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Halmahera Selatan mencapai 23,95 persen. Jika dilihat dari komposisinya, 55 persen berasal dari industri pengolahan, terutama smelter. Sementara sektor pertambangan menyumbang sekitar 17 persen. Jadi, jika digabung, sekitar 60 hingga 70 persen pertumbuhan berasal dari industri tambang,” jelas Budiman.
Meski demikian, tingginya pertumbuhan ekonomi belum berbanding lurus dengan penurunan angka kemiskinan di daerah tersebut. Berdasarkan data BPS, tingkat kemiskinan hanya turun tipis dari 5,68 persen pada 2023 menjadi 5,63 persen di tahun 2024.
“Angka penurunannya sangat kecil. Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum mampu memberikan dampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat bawah,” ujarnya.
Budiman menekankan bahwa pemerintah daerah perlu mengubah cara pandang dalam mengevaluasi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Menurutnya, PDRB tidak seharusnya hanya dilihat dari sisi produksi atau lapangan usaha, melainkan juga dari sisi penggunaan, terutama konsumsi rumah tangga.
“Dalam Musrenbang RPJMD kemarin, saya sudah sampaikan kepada pemerintah daerah bahwa PDRB jangan hanya dilihat dari sisi produksi, tapi juga dari sisi penggunaan. Karena dari situ kita bisa melihat pola konsumsi rumah tangga dan kemampuan daya beli masyarakat,” tambahnya.
Ia berharap ke depan, pemerintah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif, dengan memperkuat sektor-sektor yang berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, seperti UMKM, pertanian, serta layanan dasar.
(Pandi)