Berita  

Tiga Izin Tambang Nikel Milik Shanty Alda Segera Digugat ke PTUN Ambon

TERNATE – HabarIndonesia.id. Majelis Pimpinan Wilayah Pemuda Pancasila Maluku Utara dan LSM Moluccas Coruption Watch (MCW) akan segera memasukan laporan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha (PTUN) Ambon dalam waktu dekat.

Dalam gugatan ini, ada tiga perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) milik Shanty Alda Nathalia, yakni PT Smart Marsindo, PT Aneka Niaga Prima, dan PT Arumba Jaya Perkasa.

Juru Bicara MPW Pemuda Pancasila Maluku Utara, Rafiq Kailul, menyatakan Kuasa Hukumnya sedang memfinalisasi berkas gugatan dan akan mendaftarkannya ke PTUN Ambon dalam waktu dekat. Mereka sudah menyiapkan permohonan putusan sela (provisi) untuk menghentikan sementara operasi tambang, mencegah kerusakan yang lebih parah selama proses persidangan.

Selain menggugat ke PTUN Ambon, kata Rafik, pihaknya juga akan melaporkan Shanty Alda selaku pemilik ketiga perusahaan tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Setelah ke PTUN, kami juga akan melaporkan Shanty Alda ke KPK sebagai pemilik dari pertambangan ilegal. Nanti kami akan buat konferensi pers setelah gugatan dan laporannya sudah masuk,” kata Rafiq di Ternate, Selasa 9 September 2025.

Rafiq mengatakan ketiga perusahaan tersebut telah beraktivitas secara ilegal di Pulau Gebe, Halmahera Tengah, dan Halmahera Timur. Pasalnya ketiga izin perusahaan ini tidak berstatus clean and clear (CnC). “Tiga-tiganya izin tambang diterbitkan tanpa lelang, mereka tidak punya jaminan reklamasi, tidak ada audit lingkungan, jelas ini ilegal,” katanya.

Pelanggaran lain adalah izin tambang masuk dalam Wilayah Pesisir dan Pulau kecil. aktivitas menambang di wilayah pesisir dan pulau kecil bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pertambangan tidak layak dilakukan di pulau kecil karena upaya pemulihan lingkungan tidak memungkinkan.

“Penerbitan IUP di Pulau Gebe adalah bentuk pembiaran kerusakan ekosistem pulau kecil yang jelas-jelas dilarang undang-undang. Ini bukan hanya persoalan administratif, melainkan pelanggaran terhadap prinsip dasar perlindungan lingkungan,” tambahnya.

Dia mengatakan, sudah seharusnya usaha pertambangan memperhatikan efek lingkungan yang berdampak langsung kepada masyarakat. Maka itu, kata dia, pencabutan IUP harus dilakukan.

“Hasil analisis kami, yang diperkuat oleh citra satelit dan pemodelan lingkungan mutakhir, menunjukkan bahwa aktivitas tambang di Gebe telah jauh melampaui batas toleransi,” Ucapnya

Senada dengan Rafiq, LSM MCW Ramadhan Reubun alias Ranjes menegaskan pentingnya aspek pengawasan terhadap peraturan perundang-undangan, khususnya bidang pertambangan. Dia meminta pemerintah untuk segera mencabut IUP pertambangan nikel milik Shanty Alda di Pulau Gebe dan Halmahera Timur.

“Kami minta pemerintah harus segera mencabut izin tambang ketiga perusahaan ini,” pintah Ranjes.

Ia mengungkapkan, ketiga perusahaan nikel tersebut telah melakukan pelanggaran mulai dari pelanggaran status pulau kecil, izin tambang non-CnC tanpa lelang, pelanggaran tata ruang, hingga tidak adanya rekomendasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Padahal, penerbitan izin dilakukan tanpa melalui mekanisme lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) telah melanggar Undang-Undang No. 3/2020 tentang Minerba. Di samping itu, sebagai pulau kecil, penerbitan izin apapun wajib memperoleh rekomendasi teknis dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Fakta di lapangan khusus untuk dua perusahaan nikel milik Shanty Alda di Pulau Gebe tidak mengatongi rekomendasi dari KKP. Maka itu, pemerintah berkewenangan untuk segera mencabut izin tambang tersebut,” pungkasnya.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *