Berita  

Sukatani Band Klarifikasi Lagu “Bayar, Bayar, Bayar”, Warganet Soroti Permintaan Maaf

Ternate-Habarindoneisa. Purbalingga – Sebuah video klarifikasi dari Sukatani Band yang beredar di berbagai akun media sosial pada Kamis 20 Februari 2025  mengundang beragam asumsi dari warganet. Video berdurasi sekitar 1 menit 45 detik tersebut menjadi sorotan karena dianggap bertentangan dengan klarifikasi yang mereka sampaikan. Minggu 23/02/25.

Dalam video tersebut, dua personel band, Muhammad Syifa Al Lufti atau Alectroguy (gitaris) dan Novi Citra Indriyati atau Twister (vokalis), menjelaskan bahwa lagu mereka yang berjudul “Bayar, Bayar, Bayar” ditujukan kepada oknum kepolisian yang melanggar aturan. Mereka juga menyampaikan permohonan maaf kepada Kapolri dan institusi Polri atas dampak yang ditimbulkan.

“Dari band Sukatani, kami memohon maaf sebesar-besarnya kepada Bapak Kapolri dan institusi Polri atas lagu ciptaan kami ‘Bayar, Bayar, Bayar’ yang liriknya menyebut ‘Bayar Polisi’. Lagu ini sebenarnya kami ciptakan untuk oknum kepolisian yang melanggar peraturan. Kami, Muhammad Syifa Al Lufti dan Novi Citra Indriyati, sekali lagi memohon maaf,” ujar Syifa dalam video tersebut.

Selain itu, mereka juga mengumumkan bahwa lagu tersebut telah dicabut dari berbagai platform digital, termasuk Spotify, dan meminta seluruh pengguna media sosial untuk menghapus video yang berisi lagu tersebut.

Sukatani Band merupakan grup musik punk asal Purbalingga, Jawa Tengah, yang berdiri sejak 2022. Sebagai band beraliran punk, lirik-lirik mereka kerap mengangkat isu-isu sosial.

Pernyataan permintaan maaf mereka justru menjadi sorotan dan menimbulkan berbagai spekulasi dari warganet. Salah satu yang ikut menanggapi adalah selebgram Okky Madasari, yang menyatakan melalui akun pribadinya,

“Di dunia ini tidak ada satu orang pun yang TANPA PAKSAAN dan SUKARELA meminta maaf divideokan dan mencabut karyanya. Setelah pameran lukisan, pementasan teater, sekarang sebuah lagu! Seratus hari pembungkaman, sepanjang masa perlawanan!” tulisnya.

Unggahan Okky Madasari mendapatkan respons besar dari warganet dengan lebih dari 24.497 likes dan 67 komentar balasan. Banyak warganet menduga bahwa permintaan maaf yang dilakukan oleh Sukatani Band bukanlah inisiatif pribadi, melainkan hasil tekanan.

Sementara itu, seorang dosen Politik Ekonomi Kritis dari Universitas Airlangga, Surabaya, turut menanggapi kejadian ini melalui akun resmi Kompas. Ia menyatakan bahwa kritik sosial seperti yang disampaikan dalam lagu tersebut seharusnya menjadi sarana bagi kepolisian untuk berbenah, bukan justru membungkamnya secara represif.

“Model kritis sosial tersebut seharusnya menjadi sarana bagi aparat kepolisian untuk berbenah dalam melayani publik, bukan justru dengan membungkamnya secara represif,” ujarnya.

Menanggapi polemik yang berkembang, Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri merilis pernyataan melalui akun resmi X mereka. Dalam unggahan tersebut, Polri menegaskan bahwa mereka tidak anti-kritik dan menerima masukan untuk evaluasi.

“Halo #SahabatPropam, kami ingin memberikan informasi terbaru mengenai band Sukatani dan lagu ‘Bayar, Bayar, Bayar’ sebagai wujud bahwa Polri tidak anti-kritik dan menerima masukan untuk evaluasi.” Rilis Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri merilis pernyataan akun resmi X- nya.

Kami sampaikan, sejumlah empat personel Subdit I Ditreskrimsus Polda Jateng telah diperiksa oleh Subbidpaminal Bidpropam Polda Jateng dengan backup dari Biropaminal Divpropam Polri. Selain itu, perlu ditegaskan bahwa kami menjamin perlindungan dan keamanan dua personel band Sukatani.

“Polri terus memastikan ruang kebebasan berekspresi tetap terjaga. Terima kasih atas kepercayaan dan dukungan seluruh masyarakat,” tulis pernyataan resmi Divpropam Polri.

Meski pernyataan ini telah dikeluarkan, perdebatan masih terus berlanjut di media sosial. Beberapa pihak menilai bahwa klarifikasi yang dilakukan oleh Sukatani Band merupakan bentuk tekanan terhadap kebebasan berekspresi. Di sisi lain, ada juga yang menganggap bahwa permintaan maaf tersebut merupakan langkah bijak untuk menghindari konflik lebih lanjut.

Kasus ini menambah panjang daftar polemik terkait kebebasan berekspresi di Indonesia, terutama dalam dunia seni dan musik. Dengan semakin kuatnya reaksi publik, peristiwa ini berpotensi menjadi bahan diskusi lebih lanjut mengenai batas antara kritik sosial dan ketentuan hukum di Indonesia.
(Eko)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *