TERNATE – HabarIndonesia. Sistem Penerima Murid Baru (SPMB) di SMA Negeri 1 Kota Ternate Tahun Ajaran 2025/2026 menuai kecaman keras dari para orang tua siswa. Sabtu (5/7/2025), sejumlah wali murid meluapkan kekecewaan mereka karena banyaknya kejanggalan yang terjadi dalam sistem pendaftaran.
Mulai dari data siswa yang tidak sinkron, nama peserta yang tiba-tiba hilang dari sistem, hingga proses verifikasi yang dinilai tertutup dan tidak transparan.
Masalah ini menjadi sorotan tajam setelah media menyambangi lokasi dan mewawancarai langsung para orang tua siswa. Beberapa di antaranya bahkan mengungkapkan kecurigaan adanya manipulasi data yang merugikan anak-anak mereka.
“Kami tidak butuh janji, kami butuh keadilan! Anak kami punya hak untuk sekolah,” teriak salah satu orang tua di depan rumah dinas Gubernur.
Wakil Gubernur Maluku Utara, Sarbin Sehe, secara tegas menanggapi polemik ini. Dalam pertemuan langsung dengan para wali murid di kediaman resmi Gubernur, Sarbin menyatakan bahwa.
“tidak boleh ada satu anak pun di Maluku Utara yang gagal sekolah hanya karena sistem yang amburadul,” Ia menekankan pentingnya pemerataan hak pendidikan tanpa diskriminasi atau hambatan administratif.
Sarbin juga langsung memerintahkan panitia SPMB untuk segera menyelesaikan persoalan ini dengan serius.
“Saya minta hari ini juga, setiap anak yang mendaftar dipastikan mendapat kejelasan. Kita tidak main-main dengan masa depan generasi Maluku Utara,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Panitia SPMB Tingkat Provinsi, Ramli Kamaluddin, menjelaskan bahwa sistem pendaftaran tahun ini memang berbasis digital atau online dengan empat jalur penerimaan, prestasi, zonasi/domisili, mutasi, dan afirmasi.
Namun, ia juga mengakui bahwa masih banyak orang tua yang belum memahami alur digitalisasi ini secara utuh, sehingga menimbulkan kebingungan.
Ramli menegaskan bahwa seluruh proses berjalan sesuai dengan regulasi dan tidak ada intervensi dari pihak luar.
“Kami bekerja sama dengan Telkom pusat untuk menjaga keamanan sistem. Apa yang diinput, itu yang keluar. Tidak bisa dikotak-atik,” ujarnya kepada media.
Ia juga mengungkapkan bahwa pada saat pengumuman tanggal 1 Juli lalu, beberapa kuota seperti jalur afirmasi masih kosong. “Dari juknis, jika ada sisa kuota, maka dialihkan ke jalur domisili agar target 432 siswa terpenuhi,” jelasnya.
Tahun ini, lanjut Ramli, pihaknya menjadikan SPMB sebagai bahan evaluasi besar, terutama menyangkut pembagian zonasi wilayah yang belum sepenuhnya adil.
Ia menyebut beberapa daerah seperti Santiong, Ngidi, Gamayou, dan Moya sebagai wilayah transisi yang akan diberikan perhatian lebih dalam alokasi kuota zonasi ke depan.
Selain itu, jalur prestasi juga menjadi fokus evaluasi. “Sebelum masuk sistem, kami verifikasi data secara faktual agar tidak ada pemalsuan prestasi. Mulai dari sertifikat hingga dokumen pendukung harus valid,” katanya.
Ramli juga menyebut pernah bekerja sama dengan Ombudsman untuk menampung aduan masyarakat.
“Dari hasil pengawasan, Ombudsman memberikan masukan terkait sekolah-sekolah yang jadi sorotan. Kami langsung turun mengecek dan mengambil langkah,” imbuhnya.
Untuk menghindari kekacauan serupa di masa depan, pihak Dikbud Provinsi berencana memperkuat sosialisasi digitalisasi pendaftaran mulai dari tingkat kelurahan hingga sekolah.
Ramli menuturkan bahwa mereka juga akan menggunakan media visual seperti spanduk dan iklan di ruang publik agar masyarakat bisa lebih memahami sistem pendaftaran daring.
“Kami akan pastikan bahwa ke depan, tidak ada lagi anak Maluku Utara yang terdzalimi hanya karena sistem yang tidak bersahabat. Semua harus mendapat hak pendidikan secara adil,” tegas Ramli menutup pernyataannya.
(Agis)