Berita  

PP Malut Akan Sambangi Kejagung-KPK Laporkan PT. Smart Marsindo

TERNATE – HabarIndonesia.id. Majelis Pimpinan Wilayah Pemuda Pancasila (MPW PP) Maluku Utara akan mendatangi Kejaksaan Agung (Kejagung) pekan depan, untuk melaporkan aktivitas pertambangan nikel ilegal yang dilakukan PT Smart Marsindo di Pulau Gebe, Kabupatena Halmahera Tengah.

Hal itu disampaikan juru bicara MPW PP Malut Rafiq Kailul, di Ternate pada Senin (25/8/2025).

“Mungkin minggu depan Pemuda Pancasila Maluku Utara akan bertandang ke Kejagung dan melaporkan secara resmi. Selain Kejagung, kita juga akan ke KPK. Yang pasti dokumen atau data-data sudah kita siapkan,” ujar Rafiq.

Izin Tambang Tidak Lengkap

PT Smart Marsindo diketahui masih berstatus Clear and Clean (CnC). Perusahan ini tidak memiliki izin reklamasi atau pascatambang, dan bahkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) diterbitkan tanpa melalui mekanisme lelang sebagaimana diwajibkan dalam Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba) Nomor 3 Tahun 2020.

“Sesuai dengan ketentuan Pasal 51 dan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Jo Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menyatakan bahwa WIUP Mineral Logam dan WIUP Batubara diberikan kepada Badan Usaha, Koperasi atau perusahaan perseroan dengan cara Lelang. Ini adalah pelanggaran serius. Bila penerbitan IUP dilakukan tanpa pelelangan, maka itu cacat prosedur dan berpotensi dibatalkan secara hukum,” jelas Rafik.

Di sisi lain kata Rafiq perusahaan pertambangan, baik pemegang IUP maupun IUPK, mempunyai kewajiban untuk melakukan reklamasi dan jaminan reklamasi harus sudah disiapkan dan diajukan bersamaan dengan IUP Operasi Produksi.

“Artinya perusahaan harus menyediakan jaminan reklamasi, yang mungkin berupa dana tunai atau jaminan bank, namun jika itu tidak dilakukan kemudian mereka sudah beroperasi, maka itu melanggar peraturan dan dapat dikenakan sanksi. Ini bukan sekadar soal administratif, melainkan merupakan pelanggaran serius yang mengandung konsekuensi pidana,”

Ancaman Terhadap Lingkungan

PT Smart Marsindo memproses bijih nikel kadar rendah (limonit) untuk kebutuhan bahan baku baterai kendaraan listrik. Aktivitas ini dinilai berisiko besar terhadap lingkungan, seperti pencemaran air, udara, hingga erosi tanah dan kerusakan keanekaragaman hayati.

Terlebih, pulau Gebe dikenal sebagai wilayah dengan keanekaragaman hayati tinggi, termasuk terumbu karang, hutan tropis, dan satwa endemik seperti kuskus. Pulau ini berstatus pulau kecil sesuai UU No 27 Tahun 2007 sehingga masuk kategori kawasan yang dilarang untuk aktivitas pertambangan.

Dampak kerusakan lingkungan akibat penambangan ilegal yang dilakukan PT Smart Marsindo di Pulau Gebe sudah mulai terlihat.

“Jadi, agenda kita ke Kejagung dan KPK nanti itu bagian dari mendesak mereka untuk melakukan penyelidikan terhadap aktivitas PT Smart Marsindo, termasuk menelusuri legalitas dokumen perizinannya. Jika kemudian terdapat unsur pidana maka kami minta segera ditindak,” pungkasnya.

PT Smart Marsindo Tidak Layak Melanjutkan Aktivitas Pertambangan

Aktivitas PT Smart Marsindo di pulau Gebe, Halmahera Tengah, Maluku Utara, dinilai tidak layak oleh akademisi Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Muamil Sunan.

Menurut Muamil, ketidaksesuaian administrasi, teknis, dan finansial pada PT. Smart Marsindo merupakan bukti bahwa perusahaan tidak layak melanjutkan aktivitas pertambangan sebelum melengkapi seluruh persyaratan perundang-undangan.

“Tambang non-CnC bukan hanya persoalan legalitas, tapi juga mengancam keselamatan kerja dan lingkungan. Mereka tidak punya jaminan reklamasi, tidak ada audit lingkungan, dan itu sangat berbahaya,” kata Muamil ketika dikonfirmasi Redaksi Alafanews belum lama ini.

Tambang Ilegal Merugikan Keuangan Negara

Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menertibkan praktik pertambangan ilegal di sektor mineral dan batu bara yang banyak beroperasi di kawasan hutan. Jumlah tambang ilegal yang terdeteksi mencapai 1.063 dengan potensi kerugian negara sedikitnya Rp300 triliun.

Untuk itu, Muamil mengingatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk tidak hanya memeriksa aspek keuangan perusahaan, tetapi juga melakukan audit menyeluruh terhadap kinerja operasional dan kepatuhan hukum.

“Jika ditemukan pelanggaran terhadap UU, maka BPK harus memberikan rekomendasi pencabutan izin kepada pemerintah pusat, agar tidak menimbulkan kerugian lebih lanjut bagi masyarakat dan negara,” pungkasnya.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *