Polairud Tangkap Pelaku Bom Ikan di Jikotamo, HNSI Desak Pemprov Malut Bentuk Satgas Khusus Pengawasan Laut

TERNATE – HabarIndonesia. Penangkapan empat pelaku pengeboman ikan di perairan Jikotamo, Kabupaten Halmahera Selatan oleh Direktorat Polairud Polda Maluku Utara menjadi bukti nyata komitmen penegakan hukum di tengah minimnya pengawasan pemerintah daerah.

Aksi cepat ini diapresiasi oleh Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (DPD HNSI) Maluku Utara sebagai langkah penting menyelamatkan ekosistem laut yang terus dirusak oleh praktik perikanan ilegal.

“Bom ikan bukan sekadar tindakan ilegal, tetapi kejahatan terhadap lingkungan yang meninggalkan luka panjang bagi laut dan kehidupan di dalamnya,” tegas Ketua DPD HNSI Maluku Utara, Hamka Karepesina, S.Pi, M.Si, Minggu (27/7).

Ia menyebut sejak Januari 2025, sudah puluhan kasus serupa ditindak, namun belum ada sinyal kuat dari pemerintah daerah untuk menjadikan pengawasan laut sebagai prioritas dalam RPJMD 2025–2030.

Hamka menilai keberhasilan Polairud di bawah komando Kombes Pol. Azhari Juanda, layak dijadikan contoh nyata bagaimana integritas dan komitmen bisa tetap dijalankan meski dihadapkan pada keterbatasan anggaran dan personel.

“Langkah ini adalah secercah harapan. Penegakan hukum harus terus berjalan, karena bom ikan bukan sekadar pelanggaran, tetapi ancaman jangka panjang bagi keseimbangan laut kita,” tambahnya.

Lebih lanjut, Hamka menyoroti lemahnya sinergitas antara Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), PSDKP, TNI AL, dan Polairud yang seharusnya menjadi ujung tombak dalam memerangi destructive fishing.

Ia mendesak agar DKP di bawah kepemimpinan Fauji Momoleh, SP segera menginisiasi pembentukan Satgas Pengawasan Laut Maluku Utara demi memaksimalkan pengawasan dan penindakan.

“Pemerintah daerah harus sadar bahwa laut kita luas dan penuh potensi, tapi juga sangat rentan. Tidak bisa hanya mengandalkan satu institusi. Dibutuhkan forum lintas instansi yang aktif, koordinatif, dan punya wewenang jelas dalam pengawasan,” katanya.

Hamka juga menegaskan pentingnya pendekatan edukatif kepada masyarakat nelayan untuk menghentikan praktik pengeboman ikan.

“Masyarakat harus tahu bahwa merusak laut hari ini, sama dengan membunuh masa depan anak cucu mereka sendiri. DKP harus aktif turun ke lapangan, bukan hanya duduk di kantor,” tegasnya.

Ia meminta agar peran DKP tidak sekadar administratif, tapi sebagai motor koordinasi antar instansi pengawasan. Mulai dari pengumpulan data lapangan, pemetaan wilayah rawan, hingga patroli gabungan harus dijalankan secara rutin dan terstruktur.

“Ini bukan soal wacana, tapi aksi nyata. Jika tidak segera ditangani, kita akan kehilangan sumber daya laut lebih cepat dari yang kita bayangkan,” ujarnya.

Selain itu, Hamka menyoroti pentingnya keterlibatan masyarakat sebagai bagian dari pengawasan berbasis komunitas.

Ia menilai kepercayaan publik terhadap penegak hukum akan meningkat apabila pemerintah konsisten menunjukkan keberpihakan terhadap pelestarian laut.

“Tanpa dukungan rakyat, hukum tidak akan berjalan. Maka kolaborasi adalah kunci,” tegasnya.

Di akhir pernyataannya, Hamka menyerukan agar Gubernur Maluku Utara, Sherly Laos segera mengalokasikan anggaran signifikan untuk penguatan pengawasan laut.

Ia menekankan bahwa pembentukan “Satgas Destructive Fishing” adalah solusi strategis untuk melindungi wilayah laut Malut yang sangat luas dari kehancuran ekologis yang lebih parah.

“Kalau kita diam sekarang, maka laut yang rusak akan menjadi warisan untuk generasi selanjutnya,” tutupnya.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *