TERNATE – HabarIndonesia.id. Baru-baru ini Komisi IV DPR RI, yang diketuai mantan istri Presiden Prabowo, Titiek Soeharto bersama Kementerian Kehutanan melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Provinsi Maluku Utara, kunjungan tersebut dalam rangka membahas sejumlah masalah mengenai tambang ilegal bersama Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Mereka menyoroti dugaan aktivitas penambangan ilegal oleh PT Karya Wijaya di Pulau Gebe, Halmahera Timur.
Manajemen PT Karya Wijaya, Fathoni Chandra, membantah kalau pihaknya tidak melakukan penambangan nikel ilegal.
Ia menuding media membuat pemberitaan yang menyesatkan publik. Padahal, pernyataan terkait dugaan penambangan ilegal itu, disampaikan langsung Komisi IV DPR RI dan Kementerian Kehutanan.
Ia bahkan membantah dugaan bahwa PT Karya Wijaya tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) serta tidak menjalankan kewajiban reklamasi.
Menurut Fathoni, semua dokumen administrasi sudah dipenuhi sesuai aturan yang berlaku. Bahkan, pihaknya merasa tidak melakukan penambangan ilegal.
“Kalau ada kekurangan di administrasi, itu bukan berarti ilegal. PT KW tetap tunduk pada regulasi, termasuk soal reklamasi pasca tambang,” kata dia.
Sebelumnya, Anggota Komisi IV DPR RI, Rajiv, menilai perusahaan tambang PT Karya Wijaya belum layak melakukan aktivitas penambangan karena belum memperoleh penetapan batas areal kerja.
Rajiv mengaku kalau pihaknya telah menyampaikan dugaan penambangan ilegal oleh PT Karya Wijaya ke Dirjen Gakkumdu.
“(Terkait dugaan penambangan ilegal) saya sudah kirim ke Dirjen Gakkumdu apakah bupati di daerah mengetahui PT ini atau tidak,” aku Rajiv.
Sementara itu, Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan, Ade Tri Ajikusumah, mengatakan PT Karya Wijaya memiliki PPKH seluas 100 hektar, untuk operasi produksi nikel.
Namun, perusahaan ini belum memperoleh penetapan batas areal kerja. Saat PPKH diterbitkan, terdapat kewajiban untuk melakukan penataan batas dan menghitung baseline, yang hingga kini belum terlaksana.
“Proses penetapan batas areal kerja yang dilakukan PT Karya Wijaya pun tertunda karena adanya aktivitas tambang di luar wilayah IUP, yang kini sedang ditangani oleh Satgas PKH dengan keterlibatan Kementerian,” Ucapnya
Masalah lain muncul akibat konflik IUP dengan PT Fajar Bhakti Lintas Nusantara.
“Dulu, IUP PT Fajar Bhakti Lintas Nusantara dicabut oleh Kementerian ESDM, kemudian PT Karya Wijaya Masuk. Namun, PT Fajar Bhakti mengajukan banding ke pengadilan dan menang. Persoalan ini masih berada dalam konteks hukum yang seharusnya ditangani oleh Kementerian ESDM,” ujar Ade.
(An/Red)