HALSEL – HabarIndonesia. Skandal kepemimpinan mengguncang Desa Tobaru, Kecamatan Gane Timur, Kabupaten Halmahera Selatan. Kepala Desa Tobaru dilaporkan telah meninggalkan tugas selama tujuh bulan penuh tanpa alasan yang jelas.
Fakta ini mencuat ke publik setelah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menyuarakan kekecewaannya dalam rapat pembahasan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) pada Senin, 23 Juni 2025.
“Iya benar, Kades meninggalkan tugas selama tujuh bulan. Ini bukan sekadar kelalaian, tapi bentuk penelantaran tugas yang sangat merugikan masyarakat,” tegas Luis Nagara, salah satu anggota BPD kepada wartawan.
Ia juga menyampaikan bahwa warga bersama BPD telah menyepakati petisi mendesak pencopotan sang kepala desa dari jabatannya.
Kondisi ini telah menyebabkan lumpuhnya pelayanan publik di Desa Tobaru. Mulai dari administrasi pemerintahan desa, layanan kesehatan, kegiatan pendidikan, keagamaan, hingga pembangunan infrastruktur mengalami stagnasi dan kekacauan.
“Desa ini seperti kapal tanpa nakhoda. Semua amburadul, tak ada kepastian, rakyat jadi korban,” ucap Reno Simon, salah satu tokoh masyarakat.
Kemarahan warga kian memuncak lantaran tidak ada satu pun bentuk komunikasi atau klarifikasi dari sang Kades selama masa mangkir.
Ketidakhadirannya dinilai mencederai kepercayaan publik dan membahayakan keberlangsungan roda pemerintahan desa. Mereka menuntut agar pemerintah daerah tidak tutup mata dan segera mengambil tindakan tegas.
BPD Desa Tobaru menegaskan bahwa sikap mereka bukan tanpa dasar. “Kami telah menjalankan fungsi pengawasan dan telah membuat surat resmi yang ditandatangani bersama masyarakat. Petisi tersebut adalah bentuk akumulasi kekecewaan warga,” ujar Menialus, selaku Ketua BPD.
Petisi itu kini telah diserahkan ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Halsel.
Secara hukum, tindakan kepala desa ini telah melanggar Undang-Undang. Pasal 29 huruf I UU Nomor 3 Tahun 2024 atas perubahan kedua UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 menyatakan bahwa kepala desa dilarang meninggalkan tugas lebih dari 30 hari kerja tanpa alasan sah. Apabila dilakukan lebih dari enam bulan, maka dapat diberhentikan secara otomatis.
DPMD Halmahera Selatan diminta tidak menunda proses hukum dan administratif terhadap kepala desa tersebut. “Kami sudah melaporkan secara resmi, sekarang saatnya pemerintah bertindak. Jangan tunggu rakyat turun ke jalan,” tegas Mingus, perwakilan tokoh adat Desa Tobaru.
Mereka juga menuntut transparansi dalam proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan.
Warga berharap agar dalam waktu dekat pemerintah kabupaten segera menunjuk pelaksana tugas (Plt) kepala desa agar pemerintahan desa dapat kembali berjalan normal.
“Rakyat butuh pemimpin, bukan hantu yang hanya ada di SK tapi tak pernah terlihat,” sindir Reno Simon, salah satu pemuda desa dengan nada geram.
Kasus ini menjadi sorotan tajam sebagai bukti nyata lemahnya sistem pengawasan internal di tingkat desa. Pemerintah daerah diminta melakukan evaluasi menyeluruh dan memperketat kontrol atas kinerja kepala desa di seluruh wilayah Halmahera Selatan.
“Jangan biarkan satu kepala desa mencoreng citra seluruh pemerintahan desa di negeri ini,” tukas Mardison pada media Habar Indonesia.id Senin 30/06/25.
Kejadian di Desa Tobaru ini menjadi alarm keras bagi semua pihak. Sudah saatnya prinsip akuntabilitas dan integritas ditegakkan di tingkat desa.
Jika dibiarkan, maka kehancuran tata kelola pemerintahan desa hanya tinggal menunggu waktu. Masyarakat Tobaru kini menuntut keadilan, dan pemerintah harus menjawabnya dengan tindakan, bukan diam.
(Munces)