TERNATE – HabarIndonesia. Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Maluku Utara menggelar Aksi Demokrasi di dua titik strategis, yakni Polda Malut dan Kejati Ternate pada Kamis dini hari (22/05/2025), menyuarakan keresahan atas maraknya aktivitas tambang ilegal, pencemaran lingkungan, dan dugaan korupsi di wilayah Halmahera Timur.
Dalam aksi tersebut, GPM mendesak Kementerian ESDM untuk segera mencabut izin usaha pertambangan PT. Jaya Abadi Semesta (JAS) dan PT. Alam Raya Abadi (ARA) yang dituding mencemari lahan pertanian dan sungai di kawasan Wasilei.
Menurut Ketua GPM Maluku Utara, Hartono, lahan sawah seluas 30 hektare milik warga telah rusak parah akibat aktivitas dua perusahaan nikel itu.
“Air sungai tercemar, sawah warga rusak. Ini bukan hanya soal lingkungan, tapi juga soal hak hidup masyarakat yang terampas,” tegas Hartono dalam orasinya di depan Polda Malut.
Tak hanya soal lingkungan, GPM juga mengungkap dugaan penjualan ilegal 90 ribu metric ton ore nikel oleh PT. Wana Kencana Mineral (WKM) yang diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp 30 miliar.
Ore tersebut disebut milik PT. Kemakmuran Pertiwi Tambang (KPT) yang IUP-nya telah dicabut, namun tetap diperdagangkan oleh PT. WKM.
“Ini pelanggaran hukum berat. Kami minta Bupati dan Sekda Halmahera Timur segera diperiksa karena diduga ikut terlibat dalam konspirasi dengan PT. WKM,” ujar Hartono.
Ia menambahkan bahwa laporan hasil verifikasi menunjukkan kuatnya indikasi penyimpangan dalam transaksi tersebut.
Lebih lanjut, GPM juga menyoroti aktivitas pencucian alat berat milik PT. Amin yang dilakukan di aliran sungai tanpa sistem pengelolaan limbah yang memadai. Akibatnya, air sungai yang sebelumnya jernih kini keruh dan dicurigai mengandung zat berbahaya bagi lingkungan dan warga sekitar.
“Ini bentuk nyata pengabaian terhadap keselamatan lingkungan. Kami minta Polda Malut segera menyelidiki pencemaran ini dan menindak tegas pihak perusahaan,” tambahnya.
Selain persoalan tambang dan lingkungan, GPM juga menuntut Kejati Malut mengusut penggunaan dana COVID-19 Halmahera Timur sebesar Rp 28 miliar.
Mereka meminta pemeriksaan mendalam terhadap Sekda Hal-Tim yang diduga menyalahgunakan wewenang.
Tak berhenti di situ, GPM juga mengungkap dugaan bahwa PT. Forwar Matrics Indonesia (FMI) beroperasi tanpa IUP dan AMDAL yang sah.
Mereka mendesak Polda Malut untuk memanggil Bupati dan Sekda guna dimintai keterangan, serta mengungkap dugaan praktik suap dan gratifikasi antara PT. FMI dan pejabat setempat.
Dengan lantang, GPM meminta Gubernur Maluku Utara agar segera mengeluarkan rekomendasi kepada Kementerian ESDM dan KLHK untuk mengevaluasi seluruh perusahaan tambang bermasalah, serta mendorong inspektur tambang agar menerbitkan rekomendasi hukum pencabutan izin usaha bagi perusahaan-perusahaan yang terbukti melanggar.
(Agis)