Berita  

FORNUSA Tolak Lelang WKP Talaga Rano, “Transisi Energi Jangan Jadi Legitimasi Ekspansi Modal”

JAKARTA – HabarIndonesia.id. Dewan Pengurus Pusat Forum Rakyat Nusantara (DPP FORNUSA) menegaskan penolakan tegas terhadap rencana pemerintah melelang Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Telaga Ranu atau Talaga Rano di Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya menetapkan jaminan lelang sebesar Rp1 miliar untuk proyek yang diklaim memiliki potensi energi panas bumi hingga 85 megawatt.

Kabid ESDM DPP FORNUSA (Dewan Pengurus Pusat Forum Rakyat Nusantara), Vinot, menilai proyek ini bukan langkah maju dalam transisi energi, melainkan bentuk baru dari politik eksploitasi sumber daya alam di bawah bungkus “energi hijau”.

Ia menegaskan, rakyat Halmahera Barat tidak membutuhkan proyek yang mengorbankan ruang hidup dan keseimbangan ekologis atas nama investasi.

“Transisi energi tidak boleh menjadi alat legitimasi bagi ekspansi modal. Kalau rakyat disingkirkan, itu bukan kemajuan, tapi pengulangan luka lama,” ujarnya di Jakarta, Rabu (15/10).

Vinot menjelaskan, meski proyek masih berada pada tahap lelang, pemerintah sudah seharusnya menghentikan seluruh proses dan meninjau ulang kebijakan tersebut.

Ia menilai, wilayah Talaga Rano merupakan kawasan ekologis penting yang mencakup danau, hutan, serta sumber air yang menopang kehidupan masyarakat adat.

“Sebelum bicara investasi, negara wajib menjamin ruang hidup rakyat dan keseimbangan alamnya,” katanya.

Menurut Vinot, proyek panas bumi di Talaga Rano memperlihatkan bahwa arah transisi energi nasional masih berpijak pada logika kapitalisme hijau (green capitalism) di mana kepentingan ekonomi lebih dominan daripada kepentingan rakyat.

“Negara mengubah sumber energinya, tapi tidak mengubah siapa yang menguasainya. Itulah wajah lama eksploitasi dalam warna baru,” tambah Vinot.

FORNUSA menilai, pemerintah juga gagal membuka data dan informasi secara transparan kepada publik. Perbedaan data potensi energi antara ThinkGeoEnergy (85 megawatt) dan Power Technology (10 megawatt) menjadi indikasi lemahnya keterbukaan informasi.

“Kalau sejak awal publik tidak tahu data dasarnya, bagaimana rakyat bisa percaya pada janji keberlanjutan?” ujarnya.

Lebih lanjut, Vinot menegaskan bahwa meski Amdal belum wajib disusun di tahap lelang, pemerintah seharusnya membuka mekanisme penyusunan dan konsultasi publik sejak dini.

“Partisipasi rakyat harus dimulai sebelum izin keluar, bukan setelah alat berat masuk,” kata Vinot. “Kami menolak seluruh proses lelang WKP Talaga Rano sampai ada jaminan perlindungan ekologis dan sosial yang jelas”.

Dalam pandangan FORNUSA, transisi energi sejati bukan sekadar mengganti sumber daya fosil, tetapi mengubah struktur kepemilikan dan penguasaan energi agar berpihak pada rakyat.

“Energi hijau sejati bukan soal sumbernya, tapi untuk siapa ia dibangun. Jika rakyat masih tersingkir, maka energi bersih itu hanyalah mitos,” tutup Vinot.

(Aldy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *