Berita  

Dialog Publik KNPI Bahas Implikasi Sosial Fenomena Bunuh Diri di Maluku Utara

Ternate-Habarindonesia. Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Dewan Pemimpin Daerah (DPD) Provinsi Maluku Utara menggelar Dialog Publik dengan tema “Implikasi Sosial atas Fenomena Bunuh Diri di Malut” yang dilaksanakan di Kelurahan Kayu Merah, Kecamatan Ternate Selatan, Kota Ternate, tepatnya di Kafe Rotasi. Kegiatan ini dilaksanakan untuk merespons fenomena bunuh diri yang semakin sering terjadi di wilayah tersebut dalam beberapa waktu terakhir.

Dialog tersebut menghadirkan berbagai narasumber, di antaranya Wawan Ilyas, M.A., seorang akademisi dari IAIN, serta Setyani Alfinuha, M.Psi, seorang psikolog. Meskipun Kapolda Maluku Utara, Irjen Pol. Midi Siswoko, S.I.K, diundang, beliau tidak dapat hadir dalam kesempatan ini. Kegiatan ini dihadiri oleh sejumlah pemuda, tokoh masyarakat, serta praktisi psikologi yang mendalami isu kesehatan mental, Jum’at 24/01/25.

Dalam kesempatan tersebut, Wawan Ilyas menjelaskan fenomena bunuh diri di Maluku Utara dengan pendekatan sosiologi. Ia menyebutkan bahwa ada tekanan budaya dan sistem pendidikan yang kurang baik di daerah ini. “Saya pernah turun ke Kabupaten Pulau Morotai pada 2020, dan salah satu kasus bunuh diri yang saya temui adalah siswi SMP yang mengakhiri hidupnya. Motifnya berkaitan dengan ketidaksepakatan ibunya untuk melanjutkan pendidikan di Tobelo,” ungkap Wawan.

Selain itu, Wawan juga membahas pengaruh media sosial terhadap meningkatnya kasus bunuh diri. “Setelah beberapa kasus bunuh diri viral, banyak orang yang mulai menganggap hal tersebut sebagai lelucon di media sosial. Ini sangat berbahaya, karena bisa mempengaruhi pandangan dan persepsi masyarakat secara kognitif,” tambahnya.

Sementara itu, Setyani Alfinuha memaparkan data yang mengejutkan terkait angka bunuh diri di Maluku Utara. “Selama lima tahun terakhir, Maluku Utara tercatat sebagai provinsi dengan angka bunuh diri tertinggi kelima di Indonesia,” ujarnya. Setyani menambahkan bahwa kasus bunuh diri lebih banyak melibatkan laki-laki dibandingkan perempuan. Data tersebut menunjukkan pentingnya penanganan yang lebih serius terhadap masalah kesehatan mental di daerah ini.

Setyani juga menekankan pentingnya edukasi tentang bullying dan dampaknya terhadap mental remaja. “Kami sudah melakukan sosialisasi tentang bullying di sekolah-sekolah di Ternate, dari tingkat SD hingga SMA. Ini penting karena bullying sering kali menjadi pemicu gangguan mental yang berujung pada tindakan bunuh diri,” jelas Setyani.

Selain sosialisasi, Setyani juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyediakan layanan konsultasi psikologis gratis kepada masyarakat. “Program ini bertujuan untuk memberikan dukungan psikologis bagi mereka yang membutuhkan, terutama di tengah tekanan sosial dan ekonomi yang ada,” katanya.

Dalam pembahasan lebih lanjut, kedua narasumber juga memaparkan berbagai faktor yang berkontribusi pada keputusan seseorang untuk mengakhiri hidup. Faktor-faktor tersebut antara lain masalah psikologis seperti depresi berat, gangguan bipolar, skizofrenia, hingga kecemasan ekstrem. Faktor sosial seperti kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, dan diskriminasi juga turut mempengaruhi. Selain itu, faktor ekonomi seperti kemiskinan, utang, dan kehilangan pekerjaan menjadi pemicu signifikan.

Tanda-tanda bunuh diri yang sering muncul antara lain berbicara tentang kematian, mengisolasi diri, mengubah rutinitas, memberikan barang milik, dan menulis surat wasiat. Setyani menegaskan bahwa pengenalan terhadap tanda-tanda ini sangat penting untuk melakukan pencegahan.

Pentingnya kerja sama antara pemerintah, masyarakat, kepolisian, dan instansi terkait lainnya dalam upaya pencegahan bunuh diri menjadi kesimpulan utama dalam dialog ini. HIMPSI, sebagai organisasi psikologi, juga mengingatkan bahwa meskipun banyak program sudah dijalankan, namun kolaborasi lebih luas diperlukan untuk menanggulangi masalah ini secara efektif.

Penyuluhan dan upaya preventif lainnya diharapkan dapat menurunkan angka bunuh diri yang terus meningkat, serta memberikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan mental, terutama di kalangan generasi muda. Dialog ini menjadi langkah awal untuk mengajak semua pihak berkolaborasi dalam mencegah tindakan bunuh diri di Maluku Utara.
(Agis)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *