Berita  

Dana Desa Tidak Merata, Warga Desa Tagia Gane Timur Tengah Tuntut Keadilan dan Transparansi

HALSEL – HabarIndonesia. Aroma ketidakadilan kembali tercium dari pengelolaan Dana Desa di Tagia, Kecamatan Gane Timur Tengah, Kabupaten Halmahera Selatan. Selasa 05/08/25.

Pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) tahap kedua dan pembayaran gaji perangkat desa pada 4 Juli 2025 menuai protes keras dari warga, khususnya kader PAUD, Posyandu, tokoh agama, dan pemuda yang hingga kini belum menerima insentif mereka.

Salah satu warga, Ramlia, guru PAUD, dengan nada kecewa menyambangi rumah Ketua BPD untuk menanyakan kenapa hak mereka belum dibayar.

“Sudah masuk pencairan tahap kedua, tapi kami belum terima sepeser pun. Jangan ditunda-tunda terus, karena ini sudah seharusnya dibayarkan,” tegas Ramlia kepada HabarIndonesia.id.

Tidak hanya Ramlia, sejumlah perwakilan tokoh masyarakat pun ikut menyuarakan keresahan mereka. Mereka mendatangi rumah Kepala Desa Tagia, Yolden Mani, untuk meminta kejelasan. Namun, bukannya mendapat jawaban memuaskan, mereka justru menghadapi sikap arogan dari sang kepala desa.

“Kepala desa marah-marah saat kami datang mempertanyakan hak kami, padahal kami datang dengan damai,” ujar Ain, salah satu tokoh agama yang turut hadir.

Ketegangan memuncak ketika kepala desa hanya menjanjikan pembayaran empat bulan insentif, dan itu pun baru akan dilakukan pada hari Jumat mendatang. Ia beralasan masih sibuk dengan urusan keluarga.

“Untuk hari ini saya belum bisa bayar, tunggu saja hari Jumat,” kata Ain mengutip pembicaraan kepala desa. Dengan enteng, seperti mengabaikan urgensi kebutuhan para kader yang sudah delapan bulan tidak menerima insentif.

Pernyataan itu kontan dibantah oleh Ain. “Bagaimana mungkin kami disuruh menunggu lagi, sementara ini sudah masuk tahap kedua tahun 2025? Bahkan masih ada tunggakan dari tahun lalu,” ungkapnya dengan nada tegas.

Ain menekankan bahwa keterlambatan ini bukan hanya masalah teknis, tetapi pelanggaran terhadap aturan yang jelas mengatur hak-hak masyarakat.

Ia mengutip UU Nomor 6 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri terkait yang menyatakan bahwa Dana Desa wajib digunakan untuk mendukung layanan dasar, termasuk pendidikan anak usia dini (PAUD), kegiatan keagamaan, dan pelayanan kesehatan.

“Permendes Nomor 14 Tahun 2020 jelas memperbolehkan Dana Desa untuk operasional PAUD dan Posyandu, termasuk pembayaran insentif tenaga pengajar dan relawan,” tambah Ain.

Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya transparansi dalam pengelolaan Dana Desa yang bersumber dari APBN.

“Dana desa bukan milik pribadi kepala desa. Itu milik rakyat, dan wajib dikelola secara adil, transparan, dan akuntabel. Jangan hanya perangkat desa yang diistimewakan, sementara kader-kader yang bekerja langsung untuk masyarakat malah diabaikan,” tegasnya.

Ain juga menjelaskan bahwa Dana Desa 2025 terbagi dalam dua kategori: earmarked untuk program prioritas seperti BLT dan stunting, serta non-earmarked yang bisa digunakan untuk mendukung sektor lain seperti pendidikan dan pemuda.

Artinya, tidak ada alasan untuk menunda pembayaran insentif kader karena anggaran tersedia dan sudah diatur penggunaannya.

Menutup pernyataannya, Ain menyerukan agar aparat pengawas, termasuk inspektorat dan aparat penegak hukum, turun tangan menyelidiki dugaan penyimpangan ini.

“Kami akan menunggu sampai Jumat, tapi jika janji tidak ditepati, kami akan tempuh jalur hukum. Kami ingin kepala desa bertanggung jawab penuh,” pungkasnya.

Situasi ini menjadi cermin buram dari tata kelola desa yang belum profesional. Ketidakadilan dan ketertutupan informasi soal Dana Desa harus segera diatasi agar pembangunan desa benar-benar menyentuh semua lapisan masyarakat, bukan hanya segelintir elit.

(Munces)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *