HALSEL – HabarIndonesia. Kepala Desa Tagia, Yolden Mani, kembali menjadi sorotan publik setelah dilaporkan mangkir dari panggilan resmi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) terkait pembahasan insentif para kader dan penggunaan anggaran Dana Desa tahun 2024/2025.
Ketidakhadiran ini memunculkan dugaan kuat bahwa kepala desa menghindari tanggung jawab administratif dan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.
Salah satu anggota BPD, Makiis Dibo, kepada awak media menyampaikan bahwa ketidakhadiran kepala desa dalam rapat BPD adalah bentuk pelanggaran serius terhadap etika pemerintahan desa.
“BPD memiliki peran dalam mengawasi setiap rupiah yang digunakan pemerintah desa. Ketika kepala desa tak mau hadir, kami anggap ini bentuk pengabaian terhadap kewajiban hukum,” tegasnya.
Masalah makin memanas setelah sejumlah warga, termasuk tokoh agama dan kader keagamaan, mengeluhkan bahwa insentif mereka selama satu tahun belum dibayarkan.
Salah satu guru pengajian, Ibu Hadija, mengungkapkan bahwa selain guru Islam, sedikitnya 13 orang guru agama Kristen juga belum menerima gaji sejak 2024.
“Kami mengajar dengan ikhlas, tapi hak kami diabaikan,” ujar Hadija dengan nada kecewa.
Tokoh pengurus masjid setempat, Muslim, menambahkan bahwa delapan kader keagamaan Islam pun belum dibayar.
Ia menyebut bahwa jika kepala desa terus menghindar dan tidak menyelesaikan kewajiban, maka mereka siap melaporkan masalah ini secara resmi ke Bupati Halsel, Dinas DPMD, dan Inspektorat Daerah.
Bahkan, satu guru mingguan Nasrani turut menjadi korban kebijakan yang disebut warga sebagai bentuk pembodohan.
Lebih jauh, Muslim menyampaikan bahwa dugaan penyalahgunaan Dana Desa kian nyata. Ia membeberkan sejumlah program fisik tahun 2024 dengan total nilai mencapai Rp 5.25.000.000 tidak terlaksana.
“Mulai dari tiga unit lampu tenaga surya, rumah adat desa, gedung TPQ, hingga sarana ketinting dan ATK kantor desa – semua tak jelas rimbanya,” jelas Muslim, menunjukkan daftar item kegiatan yang diduga fiktif.
Rapat BPD dijadwalkan ulang pada Jumat, 21 Agustus 2025, sebagai kesempatan terakhir bagi Kades Tagia untuk memberikan klarifikasi. Jika kembali absen, masyarakat bersama pemuka agama menyatakan akan melakukan pemboikotan kantor desa, serta menarik aset desa yang berada di rumah kepala desa sebagai bentuk tekanan atas keterlambatan pembayaran insentif dan dugaan korupsi.
Dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, penyalahgunaan dana desa merupakan tindak pidana berat.
Pasal 3 secara tegas menyebut bahwa setiap penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara adalah bentuk korupsi, dan pelakunya dapat dijatuhi hukuman pidana berat.
Korupsi dana desa tidak hanya merusak tata kelola pemerintahan desa, tetapi juga menghancurkan harapan masyarakat akan kesejahteraan. Program pembangunan terhambat, kepercayaan warga runtuh, dan kemiskinan semakin parah.
Untuk itu, masyarakat dan BPD mendesak agar pihak berwenang menindak tegas Kepala Desa Tagia, agar menjadi contoh bahwa jabatan bukan tempat memperkaya diri, tapi amanah yang wajib dipertanggungjawabkan.
(Munces)