Halsel – HabarIndonesia. Upaya mendorong kepemimpinan pemuda dan perempuan lintas iman dalam menghadapi krisis iklim dan ketidakadilan lingkungan terus menguat.
Hal ini tergambar dalam kegiatan bertajuk Eco-Literacy, Kepemimpinan Kaum Muda Lintas Iman dalam Perubahan Iklim melalui Keadilan Gender yang digelar di Canga Matau, Kebun Karet, Halmahera Selatan, Sabtu (21/6/2025).
Kegiatan yang berlangsung sejak pukul 09.00 hingga 16.00 WIT itu diprakarsai oleh jaringan pemuda lintas agama bersama Eco Bhinneka, dan mendapat dukungan dari Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan.
Acara ini diawali dengan field trip ke dua lokasi: Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Desa Marabose, dan pesisir pantai Zero Point hingga pelabuhan Habibi.
Selama kunjungan lapangan, peserta dibagi dalam tiga kelompok untuk mengamati langsung persoalan lingkungan dan merumuskan solusi. Mereka mencatat berbagai permasalahan yang ditemukan dan mendiskusikan pendekatan strategis yang bisa diterapkan secara kolektif.
Talk show menjadi ruang interaksi lintas perspektif yang menghadirkan narasumber dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Halmahera Selatan, Tati Sumiati, Direktur Eco Bhinneka Muhammadiyah Hening Parlan (daring), serta Ketua TP-PKK Halmahera Selatan, Rifa’at Al Sa’adah.
Sebanyak 35 peserta dari organisasi lintas iman seperti Muhammadiyah, GMKI, Pemuda Katolik, PKK, dan OSIS turut menyatakan deklarasi dukungan untuk perbaikan sistem pengelolaan sampah di Halmahera Selatan.
“Kegiatan ini berfokus pada pemuda dan perempuan lintas agama. Dampak perubahan iklim tidak mengenal batas iman, semua terdampak,” jelas Hening Parlan melalui sambungan Zoom
Dalam sesi paparan lapangan, Winarni Mustafa dari Dinas Lingkungan Hidup menjelaskan bahwa TPA Marabose menampung sampah dari tiga kecamatan Bacan, Bacan Timur, dan Bacan Selatan, yang mencakup 18 desa.
Ia mengakui bahwa pengelolaan sampah belum maksimal, namun TPA telah memiliki mesin pencacah dan alat pres plastik.
“Petugas kami bekerja sesuai jam kantor, Sabtu libur. Tapi kami sudah memilah sampah plastik dan punya fasilitas dasar,” ujarnya.
Senada dengan itu, Tati Sumiati dari Asyiyah Maluku Utara menekankan pentingnya kesadaran pribadi dalam pengelolaan sampah, terutama dari rumah tangga.
“Jika tidak bisa mengubah lingkungan luar, mulailah dari diri sendiri. Pilah sampah dari rumah, pisahkan yang organik dan non-organik,” katanya.
Rifa’at Al Sa’adah dari TP-PKK Halsel juga menyoroti pentingnya literasi ekologi berbasis keluarga. Menurutnya, pendekatan individu adalah kunci perubahan perilaku yang berkelanjutan.
“Tidak ada kata terlambat. Mulailah dari diri sendiri, lalu ajarkan ke keluarga. Mengenalkan cara membuang sampah yang benar bisa dimulai dari rumah,” tutur Rifa’at
Di akhir sesi, seluruh peserta bersama Dinas Lingkungan Hidup, Tati Sumiati, dan Rifa’at Al Sa’adah mendeklarasikan komitmen untuk terus mengawal isu lingkungan secara kolaboratif dan inklusif.
“Melibatkan pemuda dan perempuan lintas iman dalam aksi nyata sangat penting untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan,” ujar Fadila Syahril, Koordinator Program SMILE Halmahera Selatan.
Kegiatan ini menjadi pengingat bahwa krisis iklim membutuhkan pendekatan kolaboratif antar-agama, antar-generasi, dan antar-sektor, bukan hanya kebijakan di atas kertas.
(Opal/Pandi)