Berita  

Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik di Weda Selatan Resmi Dilaporkan ke Polisi

Halteng-HabarIndonesia. Kasus dugaan pencemaran nama baik yang melibatkan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial DA biasa di sapaan dengan sebutan (Djaena) kini memasuki babak baru setelah korban, Waima Laawa, secara resmi melaporkan kasus ini ke Polres Halmahera Tengah (Halteng).

Laporan tersebut telah diterima oleh pihak kepolisian berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) dengan Nomor: STTPL/36/III/2025/RES HALTENG/SPKT pada Senin, 17 Maret 2025, pukul 12.00 WIT.

Laporan ini merupakan kelanjutan dari polemik yang sebelumnya ramai diperbincangkan. Waima Laawa yang berprofesi sebagai petani/pekebun merasa dirugikan secara moral.

Waima mengungkap dugaan penghinaan dan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh seorang ASN yakni Djaena melalui percakapan WhatsApp.

Dengan diterbitkannya Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) oleh Polres Halteng, kasus ini akan segera masuk ke tahap penyelidikan. Berdasarkan prosedur hukum, kepolisian akan melakukan langkah-langkah berikut:

  1. Pengumpulan bukti, termasuk tangkapan layar percakapan yang menjadi dasar laporan.
  2. Pemeriksaan saksi termasuk pelapor, saksi dari pihak keluarga, serta pihak yang mengetahui percakapan tersebut.
  3. Pemanggilan terlapor, Djaena akan dipanggil untuk dimintai keterangan terkait laporan ini.

Hingga berita ini diterbitkan, kepolisian belum memberikan pernyataan resmi mengenai perkembangan kasus ini. Namun, jika terbukti bersalah, Djaena dapat dijerat dengan berbagai pasal terkait pencemaran nama baik dan penghinaan, baik dalam KUHP maupun Undang-Undang ITE.

Berikut beberapa pasal yang berpotensi diterapkan dalam kasus ini:

Pasal 310 ayat (2) KUHP atau Pasal 433 ayat (2) UU 1/2023 tentang pencemaran nama baik secara tertulis.

Pasal 315 KUHP atau Pasal 436 UU 1/2023 tentang penghinaan ringan.

Pasal 320-321 KUHP atau Pasal 439 UU 1/2023 tentang penghinaan terhadap orang yang sudah meninggal.

UU ITE Pasal 67 angka 2 UU No. 67/2022, yang mengatur komunikasi di ruang digital, termasuk percakapan yang dapat merugikan seseorang.

Sejauh ini, pihak Djaena belum memberikan klarifikasi atau tanggapan resmi terkait laporan ini.

Sementara itu, Waima Laawa berharap kepolisian dapat segera menindaklanjuti laporannya. Ia juga meminta Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan Dinas Pendidikan untuk meninjau kode etik ASN dalam kasus ini.

“ASN itu adalah panutan. Kalau seorang guru bisa berbicara seenaknya, bagaimana dengan anak-anak yang mereka didik?” ujar Waima.

(Munces)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *