Oleh; Roni Ridwan
“Mahasiswa ilmu kelautan dan Perikanan Universita Khairun Kota ternate”
Rumput laut dan Lamun itu Beda.
Sebagian masyarakat masih menganggap lamun dan rumput laut sebagai tumbuhan yang sama, padahal keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Rumput laut, atau yang dikenal sebagai seaweed, merupakan jenis makroalga yang tumbuh di perairan laut dan biasanya menempel pada substrat seperti batu atau karang.
Meskipun tidak memiliki akar, batang, dan daun sejati sebagaimana tumbuhan darat, rumput laut tetap dapat melakukan fotosintesis untuk menghasilkan energi. Para ahli menganggap rumput laut sebagai sumber daya hayati yang berpotensi besar dan memiliki berbagai manfaat dalam bidang ekologi, ekonomi, serta kesehatan.
Menurut Lobban dan Harrison (1994), rumput laut tergolong dalam kelompok alga makroskopik yang tumbuh di perairan laut, terutama di wilayah pesisir, serta memiliki peran ekologis dan ekonomi yang penting.
Di sisi lain, lamun adalah tumbuhan berbunga yang hidup di perairan dangkal dan memiliki struktur lengkap berupa akar, batang, daun, serta buah. Berdasarkan pendapat Nyabakken (1997), lamun merupakan tumbuhan yang hidup di zona sublitoral dengan daun panjang dan tipis menyerupai pita.
Lamun juga memiliki saluran air dan pola pertumbuhan monopodial yang berasal dari rhizoma. Tumbuhan ini berperan penting dalam ekosistem laut, terutama sebagai tempat perlindungan bagi berbagai organisme dari predator.
Beberapa hewan menjadikan padang lamun sebagai habitat tetap, sementara yang lain datang sebagai pengunjung, misalnya untuk memijah atau mengasuh anaknya seperti ikan. Selain itu, ada pula hewan yang mencari makan di padang lamun, seperti sapi laut (Dugong dugon) dan penyu (turtle), yang menjadikan lamun sebagai sumber makanannya.
Selain berperan dalam ekosistem laut, lamun juga memiliki fungsi ekologis yang penting dalam melindungi masyarakat pesisir dari abrasi pantai. Daun lamun mampu meredam gelombang sehingga dapat mengurangi risiko pengikisan pasir di pesisir. Tak hanya itu, lamun juga berperan dalam menyerap gas rumah kaca melalui proses fotosintesis.
Karbon yang diserap akan disimpan dalam bentuk biomassa, baik di bagian atas substrat (daun) maupun di bagian bawah substrat (rhizoma dan akar). Dengan demikian, lamun tidak hanya penting bagi kehidupan laut tetapi juga bagi keseimbangan lingkungan secara keseluruhan.
Dibalik ramadan ada gusungi yang hilang.
Tinggal menghitung hari ramadan akan tiba ada rindu yang harus di ungkapakan Rindu Ramadan merupakan rindu akan gusungi yang menari di pesisir, membawa kabar suci dari alam. karena disaat gusungi berbunga, hati pun bersiap menyambut Ramadan penuh berkah.
Gusungi merupakan tumbuhan berbunga yang hidup pada perairan pesisir yang dangkal, dalam bahasa indonesia disebut Lamun. sedangkan, lamun dalam penyebutan masyarkat ternate adalah gusungi. Masyarkat ternate memiliki cara tersediri dalam menentukan awal ramadan, dengan metode melihat tanda-tanda alam salah satunya mengamati gusungi (Lamun) di pesisir pantai.
Metode gusungi (Lamun) ini dipakai oleh para moyang di Ternate pada waktu dahulu dalam menentukan awal ramadan dengan cara ketika gusungi atau lamun ini sudah mengluarkan buah atau bunga maka masyarkat ternate sudah dapat menentukan awal ramadan. Menarik sekali tradisi penentuan awal Ramadan di Ternate dengan mengamati gusungi (lamun).
Ini menunjukkan bagaimana kearifan lokal dan hubungan erat masyarakat dengan alam telah menjadi bagian dari kehidupan mereka sejak dahulu. Selain itu,Tradisi ini menunjukkan betapa kuatnya hubungan masyarakat Ternate dengan alam dalam menjalankan kehidupan, termasuk dalam menentukan awal Ramadan.
Sebelum adanya teknologi modern seperti teleskop atau metode hisab, masyarakat memanfaatkan tanda-tanda alam sebagai petunjuk waktu yang akurat dan sudah terbukti turun-temurun.Tradisi gusungi, yang telah lama digunakan masyarakat di Kota Ternate untuk menentukan awal Ramadan, mulai ditinggalkan karena berbagai faktor.
Salah satu penyebab utamanya adalah pembangunan reklamasi di pesisir laut dan pantai, yang mengakibatkan kerusakan pada habitat tumbuhan laut yang menjadi bagian penting masyarkat ternate dalam menentukan awal ramadan. Gusungi sendiri merupakan metode tradisional yang bergantung pada tanda-tanda alam, seperti perubahan warna dan pertumbuhan tumbuhan laut tertentu, untuk memperkirakan datangnya bulan Ramadan.
Namun, dengan ekosistem yang terganggu akibat reklamasi, tanda-tanda tersebut semakin sulit diamati, sehingga metode ini semakin jarang digunakan oleh masyarakat Ternate. Setelah ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat, metode ini kemudian akan bisa hilang. Selain tidak relevan lagi karena sudah banyak terumbu karang yang rusak akibat pembangunan di pesisir, sehingga Lamun itu banyak yang mati.
Di tengah modernisasi, pelestarian gusungi bukan hanya penting untuk menjaga ekosistem pesisir, tetapi juga sebagai upaya mempertahankan warisan budaya. Reklamasi pantai dan aktivitas yang merusak ekosistem pesisir dapat mengancam keberadaan lamun (gusungi), yang tidak hanya berperan dalam menjaga keseimbangan lingkungan laut, tetapi juga memiliki nilai budaya dan spiritual bagi masyarakat Ternate.
Pelestarian lamun (gusungi) harus menjadi bagian dari upaya konservasi lingkungan dan perlindungan kearifan lokal. Sosialisasi kepada generasi muda, penelitian lebih lanjut, serta kebijakan yang mendukung keberlanjutan ekosistem pesisir sangat diperlukan agar tradisi ini tetap lestari.
Modernisasi memang tak terelakkan, tetapi bukan berarti harus mengorbankan ekosistem yang telah ada sejak lama. Menjaga lamun berarti menjaga keseimbangan alam, serta melestarikan tradisi yang menjadi bagian dari identitas masyarakat setempat. Tanpa lamun, tidak hanya lingkungan yang kehilangan bagian pentingnya, tetapi juga manusia yang selama ini bergantung pada ekosistem pesisir.
Sebagai langkah konkret, penelitian lebih lanjut tentang manfaat lamun perlu terus dilakukan. Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai dasar kebijakan serta untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya lamun. Dengan pendekatan berbasis sains dan kearifan lokal, kelestarian lamun bisa lebih terjaga.
Selain penelitian, keterlibatan dunia pendidikan juga sangat penting. Sekolah-sekolah di daerah pesisir bisa mengajarkan tentang ekosistem lamun kepada siswa-siswinya, sehingga mereka memiliki pemahaman sejak dini mengenai pentingnya menjaga lingkungan. Dengan edukasi yang kuat, generasi mendatang akan lebih peduli terhadap konservasi alam.
Pemerintah daerah yang memiliki wilayah pesisir dengan ekosistem lamun juga harus aktif dalam mengkampanyekan pelestarian lamun. Salah satunya adalah dengan menetapkan aturan yang melindungi lamun dari eksploitasi berlebihan serta memastikan pembangunan di kawasan pesisir dilakukan secara berkelanjutan.
Tak hanya pemerintah, peran masyarakat sipil juga sangat penting dalam menjaga ekosistem lamun. Kampanye lingkungan yang melibatkan masyarakat luas bisa menjadi cara efektif untuk meningkatkan kepedulian terhadap lamun. Media sosial bisa menjadi alat yang kuat untuk menyebarkan informasi dan mengajak lebih banyak orang terlibat dalam pelestarian lamun.
Jika kesadaran akan pentingnya lamun terus meningkat, maka keberadaannya tidak hanya terjaga tetapi juga bisa memberikan manfaat lebih besar bagi manusia dan lingkungan. Dari segi ekonomi, ekowisata berbasis lamun bisa menjadi alternatif baru dalam sektor pariwisata yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Kesimpulannya, lamun bukan sekadar tumbuhan laut biasa. Ia memiliki peran besar dalam ekologi, ekonomi, dan budaya. Keberadaannya yang semakin terancam harus menjadi perhatian bersama agar tidak hanya generasi sekarang, tetapi juga generasi mendatang dapat menikmati manfaatnya. Dengan kesadaran, edukasi, dan aksi nyata, lamun bisa tetap lestari dan terus memberi manfaat bagi kehidupan.
Sekian!!