JAKARTA – HabarIndonesia.id. Proyek pembangunan jalan Trans Kie Raha di Maluku Utara menuai sorotan publik. Jalan strategis yang menghubungkan Halmahera Timur (Haltim), Halmahera Tengah (Halteng), dan Sofifi di Kota Tidore Kepulauan (Tikep) ini digadang-gadang menjadi urat nadi konektivitas baru di kawasan tersebut.
Namun, berbagai kritik mencuat terkait skema pendanaan hingga potensi penyimpangan.
Forum Mahasiswa Pascasarjana (Formapas) Maluku Utara menilai, proyek senilai Rp20 miliar yang digagas Pemprov Malut bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tersebut harus ditingkatkan statusnya menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN).
Formapas menegaskan, pembangunan jalan ini tidak boleh sekadar menjadi proyek politik Gubernur Sherly, tetapi perlu memiliki payung hukum nasional agar berkelanjutan.
Ketua Umum Formapas Maluku Utara, Riswan Sanun, menegaskan bahwa pemerintah pusat tidak boleh hanya mengakomodasi kepentingan tambang dalam daftar PSN.
“Jangan hanya kawasan tambang yang masuk PSN. Proyek yang langsung menyentuh kepentingan rakyat juga harus diprioritaskan. Jika tidak, proyek rawan korupsi, rawan gagal, dan rawan diselewengkan,” tegasnya, Kamis (2/10/2025).
Riswan juga menyoroti skema swakelola yang digunakan Pemprov Malut. Menurutnya, pola pendanaan yang bertumpu pada APBD dan sebagian APBN rentan disalahgunakan.
Ia menyebut, isu yang beredar bahkan mengaitkan proyek swakelola dengan keterlibatan keluarga maupun orang dekat gubernur.
Karena itu, Formapas mendesak pemerintah pusat turun tangan.
“Kami meminta proyek jalan Trans Kie Raha segera masuk daftar PSN, sehingga ada kontrol dan pengawasan langsung dari pemerintah pusat, bukan hanya urusan Pemprov,” pungkas Riswan.
Di sisi lain, Pemprov Malut melalui Dinas PUPR menegaskan bahwa proyek ini tetap berjalan sesuai tahapan.
Kepala Bidang Bina Marga, Nasrudin Salama, menjelaskan bahwa pembangunan seharusnya dimulai September 2025.
Namun, hingga kini proyek masih berada pada tahap perencanaan, studi kelayakan (FS), serta pembahasan peta jaringan jalan.
Pada tahap awal, anggaran Rp20 miliar hanya difokuskan untuk pembukaan lahan.
Selanjutnya, pengerjaan hotmix akan melibatkan Kementerian PUPR dengan estimasi biaya mencapai lebih dari Rp1 triliun melalui skema sharing APBD Pemprov dan APBN.
“Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga dilibatkan untuk mereview anggaran, termasuk penyusunan Anggaran Satuan Barang (ASB) 2026. Misalnya, jika lima kilometer jalan membutuhkan Rp5 miliar, maka harus disesuaikan dengan standar,” terang Nasrudin.
Ia menyebut, proyek Trans Kie Raha akan dimulai dari ruas Ekor menuju Trans Kobe, sementara ruas Kobe–Maba ditunda karena masih menunggu pembahasan bersama Pemkab Haltim.
Selain itu, Pemprov tengah menyusun rute alternatif, termasuk jalur Sofifi–Ekor dan Ekor–Kobe, untuk menyesuaikan kelandaian agar kendaraan dapat melaju hingga 60 kilometer per jam.
“Rute alternatif ini penting. Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) akan tetap dilaksanakan, namun tidak akan menghambat jalannya pembangunan,” jelasnya.
Meski kontrak proyek berakhir pada Oktober 2025, Pemprov memastikan penyusunan dokumen rute alternatif terus berjalan.
“Visi gubernur membangun jalan Trans Kie Raha harus diwujudkan. Kami berharap dukungan semua pihak agar proyek ini dapat terealisasi cepat,” ucap Nasrudin.
Proyek jalan Trans Kie Raha digadang-gadang menjadi mega infrastruktur penghubung di Maluku Utara.
Selain membuka akses ekonomi baru, proyek ini juga diharapkan mampu mengurangi kesenjangan antarwilayah serta menarik investasi ke kawasan Halmahera.
Namun, desakan agar proyek ini masuk daftar PSN kini menjadi tuntutan utama yang tidak bisa diabaikan.
(Jain)