Berita  

Maluku Utara Darurat Ekologi, Aliansi HANTAM Bergerak Lawan Kejahatan Tambang

TERNATE – HabarIndonesia. Puluhan massa aksi yang mengatasnamakan Aliansi Hari Anti Tambang (HANTAM) menggemparkan Maluku Utara, Kamis 29/5/25.

Mereka yang tergabung dalam berbagai elemen pergerakan seperti Samurai, LMND, Walhi, GSM, Djaman, dan BEM Fisip UMMU, turun ke jalan dengan suara lantang: “Tambang Membunuh Rakyat!”

Aksi ini bukan sekadar protes biasa. Ini adalah teriakan putus asa rakyat Maluku Utara yang menyaksikan tanah mereka dikeruk, air bersih diracuni, dan ruang hidup dirampas demi kepentingan investor tambang.

“Pengaruh tambang ini sudah menghancurkan kehidupan kami. Air tercemar, laut rusak, pangan terganggu, dan kesehatan masyarakat terancam,” tegas Doni, salah satu orator aksi.

Koordinator aksi, Adhar S. Sangaji dari WALHI Maluku Utara, mengungkapkan bahwa kekayaan alam provinsi ini kini menjadi kutukan.

“Maluku Utara hanya 21% daratan, sisanya laut. Kenapa pemerintah malah memberi izin tambang besar-besaran? Ini kejahatan terhadap lingkungan dan rakyat!” serunya di tengah massa yang memanas.

Data dari Global Forest Watch (GFW) menjadi tamparan keras: Halmahera Tengah kehilangan 27.900 hektar hutan, Halmahera Timur 56.300 hektar, dan Halmahera Selatan 79.000 hektar hanya dalam dua dekade terakhir.

“Hilangnya hutan ini bukan sekadar statistik, tapi kehancuran kehidupan masyarakat adat dan rusaknya paru-paru dunia,” imbuh Adhar.

Tidak hanya soal lingkungan, HANTAM juga menyoroti darurat iklim yang makin menggila. Berdasarkan laporan IPCC 2024, suhu bumi sudah naik 1,19°C dan diperkirakan akan menembus ambang batas 1,5°C pada 2030.

“Emisi gas rumah kaca akibat tambang dan industri di Maluku Utara menyumbang krisis iklim global. Pemerintah dan korporasi harus dihentikan!” pekik Adhar dengan nada tegas.

Dalam aksi yang memanas itu, HANTAM membacakan 11 Tuntutan Rakyat, termasuk membebaskan 11 masyarakat adat Sangaji yang ditangkap tanpa alasan, mendesak KPK dan Komnas HAM turun tangan ke Maluku Utara, menghentikan penertiban IUP tambang, dan memecat Kapolda Malut.

“Hukum harus ditegakkan untuk rakyat, bukan untuk melindungi pengusaha tambang rakus!” pekik massa.

HANTAM juga menuntut penyelamatan air bersih di Desa Kawasi, mendesak PT Dewa Coco membayar 85 upah buruh yang belum dibayar, menghentikan aktivitas PT TUB, dan menangkap pelaku tambang ilegal.

“Ini bukan sekadar soal ekonomi, ini soal hak hidup rakyat Maluku Utara yang diinjak-injak,” tegas seorang aktivis perempuan dari BEM Fisip UMMU.

Massa juga mengecam keras perluasan konsesi PT IWIP yang semakin menggusur tanah adat Sawai Dusun Kulo dan Bukit Limber Barat di Desa Gemaf.

“Tanah adat bukan untuk dijual ke perusahaan. Hentikan premanisme dan represifitas terhadap rakyat!” teriak massa sambil mengibarkan spanduk besar bertuliskan “Maluku Utara Darurat Ekologi!”.

Aksi ini bukan akhir. Aliansi HANTAM berjanji akan terus bergerak, mengguncang, dan melawan.

“Ini baru permulaan. Jika pemerintah dan korporasi tetap membungkam rakyat, maka perlawanan akan semakin besar. Maluku Utara akan jadi kuburan bagi mereka yang serakah!” pungkas Riski, orator aksi, memecah suasana dengan gemuruh teriakan massa.

Aliansi Hari Anti Tambang yang aktif mengampanyekan penolakan terhadap aktivitas pertambangan di Maluku Utara, menyampaikan tuntutan tegas melalui pembacaan sikap dalam aksi terbaru mereka diantaranya adalah;

  • Bebaskan 11 Masyarakat adat sangaji tanpa syarat;
  • Desak KPK dan Komnas HAM segera turun ke Maluku Utara;
  • Mendesak kementerian ESDM RI hentikan penertiban IUP di Maluku Utara;
  • Copot Kapolda Maluku Utara;
  • Selamtkan air bersih di desa Kawasi;
  • Mendesak PT.Dewa Coco segera memberikan 85 upah buruh;
  • Hentikan aktivitas PT.TUB;
  • Polda Maluku Utara segera tangkap dan adili pelaku tambang ilegal;
  • Mendesak kementerian ESDM segera melakukan peninjauan IUP di Maluku Utara;
  • Hentikan perluasan Konsesi PT.IWIP di tanah adat sawai dusun kulo dan tanah adat bukit limber barat desa gemaf;
  • Hentikan premanisme dan represifitas terhadap Rakyat;

(Apot)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *