TERNATE – HabarIndonesia.id. Aktivitas pertambangan nikel di Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), menjadi perhatian publik. Di sana, aktivitas pertambangan nikel ilegal diduga kian masif dan mengancam lingkungan serta mata pencaharian masyarakat setempat.
Di tengah meningkatnya sorotan, muncul dugaan aktivitas tambang ilegal di Halmahera Selatan juga melibatkan anak usaha Group Harita, yakni PT Gane Tambang Sentosa (GTS).
Perusahaan ini mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Operasional Produksi (IUP OP) di wilayah Site Fluk, Pulau Obi, yang diterbitkan Gubernur Maluku Utara melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Maluku Utara Nomor: 502/3/DPMPTSP/IUP-OP.LB/XII/2020.
Kendati demikian, izin tambang perusahaan ini teridentifikasi tidak masuk kategori Clean and Clear (CnC) alias bermasalah. Izin tambang diduga tidak melewati mekanisme lelang wilayah pertambangan sebagaimana diwajibkan undang-undang.
“Penerbitan IUP dilakukan tanpa pelelangan, maka itu cacat prosedur, secara hukum harus dibatalkan,” tegas Juru Bicara MPW Pemuda Pancasila (PP) Maluku Utara, Rafiq Kailul, kepada sejumlah awak media pada, Sabtu (20/9/2025).
Menurutnya, pemberian IUP dengan cara lelang di atur dalam ketentuan Pasal 51 dan Pasal 60 UU No. 3 Tahun 2020 Jo UU No. 4 Tahun 2009.
“WIUP mineral logam dan WIUP batubara diberikan harus dengan cara lelang. Jika itu tidak dilakukan, maka hasil penjualan adalah ilegal, berpotensi merugikan negara,” tambahnya.
Ia mengatakan, izin tambang PT GTS diterbitkan saat kewenangan masih berada pada pemerintah provinsi. Karenanya, dia meminta pemerintah provinsi untuk ikut bertanggungjawab.
“Pertanyaannya, apakah Dinas ESDM Maluku Utara pernah melakukan lelang dalam memberikan ijin, kapan dan dimana serta siapa yang menjadi panitia lelang ini penting untuk dijawab, pemerintah provinsi jangan pura-pura bisu,”
Redaksi media ini berusaha meminta konfirmasi kepada Kepala Dinas ESDM Maluku Utara, Suryanto Andili, namun upaya konfirmasi enggan direspons.
Salah satu hal yang menjadi sorotan MPW PP Malut juga ialah Jaminan Reklamasi dan Pascatambang. Manajemen PT GTS mengonfirmasi bahwa perusahaan mereka telah memenuhi kedua kewajiban itu.
Menurutnya, PT GTS telah menyediakan jaminan pascatambang sesuai dengan persetujuan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral melalui surat Nomor: T-121/MB.07/MEM.B/2023, tanggal 6 Februari 2023.
“Surat itu menyetujui Rencana Pascatambang PT Gane Tambang Sentosa, dan jaminan pascatambang untuk tahun 2025 juga telah ditempatkan,” sebutnya.
Rafiq Kailul mengatakan bahwa pernyataan manajemen PT GTS berbeda dengan data Kementerian ESDM. Di mana, berdasarkan evaluasi Kementerian ESDM yang dilaksanakan selama 45 hari pada 2023, PT GTS tercatat tidak ada Jaminan Pascatambang.
Karenanya, ia mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung untuk mengusut izin tambang perusahaan tersebut.
“KPK dan Kejagung harus usut. BPK juga harus lakukan audit menyeluruh. Aparat jangan jadi alat pembenaran kejahatan korporasi,” kata Rafiq mengakhiri.
(Red)