Ternate-Habarindonesia. Front Marhaenisme Maluku Utara menggelar aksi mendesak pemerintah untuk meningkatkan transparansi dalam pelayanan publik dan mengusut dugaan penyimpangan dalam berbagai proyek yang menggunakan anggaran negara.
Mereka menilai bahwa kebijakan pemerintah saat ini telah jauh menyimpang dari cita-cita revolusi 17 Agustus 1945, yang bertujuan membangun masyarakat yang adil dan makmur, Selasa 25/02/25.
Aksi ini digelar sebagai respons terhadap berbagai indikasi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang semakin marak di pemerintahan, khususnya di birokrasi pelayanan publik dan pengadaan barang serta jasa.
Beberapa kasus yang menjadi sorotan mencakup proyek pemasangan jaringan listrik serta dugaan penyalahgunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di beberapa kabupaten di Maluku Utara.
Dugaan Penyimpangan Proyek Listrik di Kepulauan Sula dan Halmahera Utara
Salah satu proyek yang mendapat perhatian adalah pemasangan aliran jaringan listrik milik PT PLN (Persero) di Kepulauan Sula yang dikerjakan oleh PT Anggiv Dua Putri. Proyek ini diduga belum selesai dikerjakan, tetapi anggarannya telah dicairkan 100%. Selain itu, proyek ini juga diduga tidak melalui mekanisme tender yang semestinya.
“Proyek ini sudah dicairkan seluruh anggarannya, tetapi pengerjaannya masih belum selesai. Hal ini menunjukkan adanya dugaan penyimpangan dalam proses lelang dan pelaksanaannya,” ujar Bung Tono, perwakilan dari Front Marhaenisme Maluku Utara.
Selain itu, pemasangan tiang listrik oleh PT Naruto Indococonut Organic (NICO) di Desa Kupa-Kupa, Halmahera Utara, juga menjadi sorotan. Beberapa tiang listrik tegangan tinggi dipasang di atas tanah milik warga yang telah bersertifikat tanpa adanya ganti rugi.
“Tindakan PT NICO ini diduga melanggar Pasal 27 Ayat 1 tentang penggunaan tanah untuk kepentingan umum. Perusahaan seharusnya memberikan kompensasi kepada pemilik lahan sesuai dengan undang-undang yang berlaku,” tambah Bung Tono.
Pemadaman Listrik di Pulau Makian Masih Berlangsung
Selain proyek-proyek bermasalah, warga Pulau Makian juga masih mengalami pemadaman listrik yang berkepanjangan. Hingga kini, PLN belum memberikan kejelasan mengenai penyebab gangguan tersebut, sehingga masyarakat setempat terus dirugikan.
Dugaan Korupsi 57 Paket Proyek Pendidikan di Pulau Morotai
Dugaan praktik KKN juga terjadi di sektor pendidikan. Sebanyak 57 paket proyek pekerjaan fisik di Pulau Morotai diduga kuat melibatkan Plt. Kepala Dinas Pendidikan Syafrudin Manyila dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Ode Ari Jonaidi Wali.
Proyek-proyek tersebut mencakup pembangunan laboratorium komputer, rumah dinas guru, ruang kelas, ruang tata usaha, dan ruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS) dengan total anggaran Rp19,2 miliar dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Tahun 2024, yang terbagi sebagai berikut:
DAK Fisik PAUD: Rp256,6 juta
DAK Fisik SD: Rp8,6 miliar
DAK Fisik SMP: Rp10,3 miliar
Front Marhaenisme menyoroti kemungkinan adanya penggelembungan anggaran atau penyimpangan dalam pelaksanaan proyek-proyek ini.
Dugaan Penyalahgunaan APBD di Halmahera Barat
Selain di Pulau Morotai, dugaan korupsi juga mencuat di Halmahera Barat. Dana APBD senilai Rp1,8 miliar yang melekat pada bagian umum, perlengkapan, dan keuangan Sekretariat Daerah Halmahera Barat diduga disalahgunakan untuk membiayai kampanye Pilkada serta kepentingan petahana bupati dan wakil bupati.
Berdasarkan hasil penelusuran, anggaran tersebut diduga tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya dan justru dialokasikan untuk kepentingan politik tertentu.
Tuntutan Front Marhaenisme
Melihat berbagai dugaan penyimpangan tersebut, Front Marhaenisme Maluku Utara yang terdiri dari DPD GPM Malut, DPC GPM Sula, dan DPC GMNI Sula mengajukan sejumlah tuntutan kepada pihak berwenang:
1. Mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, dan Polda Maluku Utara (Ditrekrimsus) untuk segera memanggil dan memeriksa Direktur PT Anggiv Dua Putri serta kontraktor PT Naruto Indococonut Organic (NICO);
2. Mendesak Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, untuk mengevaluasi perusahaan rekanan di Maluku Utara, khususnya PT NICO dan PT Anggiv Dua Putri;
3. Menuntut PLN untuk mengevaluasi jajaran pimpinan di PT PLN (Persero) UP3 Ternate guna memastikan tidak ada praktik korupsi dalam pengelolaan proyek listrik;
4. Meminta Kejaksaan Tinggi Maluku Utara dan Polda Maluku Utara untuk menelusuri proyek-proyek yang didanai APBD dan memastikan tidak terjadi penyimpangan;
5. Mendesak aparat hukum untuk mengusut dugaan korupsi 57 proyek pendidikan di Pulau Morotai dan memeriksa pihak-pihak yang terlibat;
6. Menuntut pertanggungjawaban PLN Saketa atas dugaan kelalaian yang menyebabkan kematian salah satu warga Gane Barat;
Front Marhaenisme Maluku Utara menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal kasus-kasus ini hingga ada kejelasan dan tindakan hukum yang tegas dari pihak berwenang.
Mereka berharap, dengan adanya desakan ini, praktik korupsi di Maluku Utara dapat diberantas dan pelayanan publik dapat berjalan lebih transparan serta berpihak kepada masyarakat.
(Eko)