HALSEL — HabarIndonesia. Desa Bisui, Kecamatan Gane Timur Tengah, Halmahera Selatan, tengah diguncang isu panas, kamis 29/05/25.
Kepala Desa Muhammad Tamhir diduga kuat terlibat dalam penggelapan dana desa tahun 2024 dengan total mencapai Rp291.318.000! Tuduhan ini muncul berkat keberanian warga setempat yang tak gentar membongkar kejanggalan-kejanggalan anggaran yang mencurigakan.
Seorang warga yang dikenal dengan panggilan Mat, menyebutkan bahwa dana besar yang diperuntukkan untuk program-program penting justru tak jelas arah penggunaannya.
“Ini murni inisiatif saya dan teman-teman karena kami melihat kejanggalan besar di lapangan. Tidak ada transparansi! Dan saya pastikan semua yang saya ungkapkan ini adalah fakta yang kami temukan,” tegas Mat dengan penuh semangat.
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh Mat dan rekan-rekannya, rincian dana yang diduga digelapkan meliputi: Rp167.310.000 untuk ketahanan pangan, Rp36.000.000 untuk sarana olahraga, Rp39.808.000 untuk PKK, Rp41.000.000 untuk PAUD, dan Rp7.200.000 untuk Polindes. Angka-angka ini membuat masyarakat murka!
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Bisui, Basri Salim, juga angkat bicara dengan nada keras.
Ia mengungkapkan bahwa selama tahun 2024, Kepala Desa tidak pernah berkoordinasi atau melibatkan BPD dalam pembahasan maupun perubahan anggaran.
“Kades Tamhir bermain sendiri! Tak ada transparansi sama sekali. Kami sebagai BPD sama sekali tak dilibatkan. Bahkan untuk perubahan APBDes saja, dia seenaknya,” cetus Basri kecewa.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Desa Muhammad Tamhir memilih bungkam seribu bahasa. Konfirmasi yang dilayangkan oleh awak media kepada Kades Bisui tak kunjung mendapat jawaban.
Diamnya Tamhir justru menambah kecurigaan warga bahwa ada sesuatu yang tengah ditutup-tutupi.
Mat, juga menuntut agar aparat penegak hukum segera turun tangan. Laporan resmi harus segera dibuat agar kasus ini masuk ke ranah penyelidikan yang lebih serius.
“Jangan biarkan uang rakyat dicuri begitu saja. Ini harus diusut tuntas sampai ke akar-akarnya!” tegas Mat, dengan penuh amarah.
Kejanggalan-kejanggalan pengelolaan anggaran desa ini bukan hanya soal besar kecilnya uang, tetapi soal kepercayaan dan masa depan desa.
Mat, dan Warga Desa Bisui menuntut transparansi dan akuntabilitas mutlak dari Kepala Desa mereka.
“Kalau memang bersih, kenapa diam? Kenapa tidak mau bicara? Kami tidak akan tinggal diam!” seru Mat, dengan lantang.
Kasus ini bisa menjadi preseden berbahaya jika dibiarkan begitu saja. Tanpa penindakan tegas, praktik serupa akan terus menghantui desa-desa lain.
Penggelapan dana desa bukan sekadar kejahatan finansial, tetapi juga penghianatan terhadap kepercayaan masyarakat.
(Munces)