TERNATE – HabarIndonesia.id. Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Sukarno Putri seringkali mengingatkan kader partainya akan keutamaan menjaga alam bagi keberlangsungan lingkungan hidup di masa datang.
Namun, pesan tersebut rupanya tak diindahkan oleh anak buahnya sendiri Shanty Alda Nathalia. Bagaimana tidak, investigasi media ini terungkap satu kenyataan pahit: Shanty Alda Nathalia diduga terlibat dalam praktik tambang ilegal.
Ada dua perusahaan nikel yang diduga beroperasi secara ilegal di Pulau Gebe dan Pulau Fau di Kabupaten Halamhera Tengah, yakni PT Smart Marsindo (SM), dan PT Aneka Niaga Prima (ANP).
Baik SM maupun ANP, dijabat direktur yang sama, Shanty Alda Nathalia. Aktivitas tambang ilegal ini diketahui telah berlangsung lama namun tak pernah ditindak oleh Aparat Penegak Hukum (APH).
Saat ini, Pemuda Pancasila Maluku Utara dan Mollucas Coruption Watch (MCW) tengah menyiapkan laporan untuk diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung.
Shanty Alda yang juga merupakan Anggota DPR RI tersebut, bakal dilaporkan terkait dugaan aktivitas tambang ilegal di Pulau Kabupaten Halmahera Tengah.
“Kami sudah menyiapkan laporannya, secepatnya kami akan laporkan secara resmi ke KPK, Kejagung, dan BPK,” kata Juru Bicara Pemuda Pancasila Maluku Utara, Rafiq Kailul di Ternate, Selasa kemarin.
HabarIndonesia juga berusaha meminta konfirmasi kepada pihak perusahaan pada pertengahan Agustus 2025. Namun upaya konfirmasi yang dilakukan kepada perusahan via pesan WhatsApp 08123379xxxx tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Bukannya memberikan penjelasan, nomor WhatsApp wartawan justru diblokir.
Cacat Formil dan Materiil: Legalitas yang Runtuh
Sumber internal di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengonfirmasi bahwa izin usaha pertambangan (IUP) SM dan ANP tersebut tidak memiliki status Clean and Clear. Artinya, perusahaan pemegang izin gagal memenuhi syarat administrasi, lingkungan, hingga kewajiban finansial negara. Lebih jauh, tidak ada catatan lelang WIUP sebagaimana diamanatkan Pasal 35 UU Minerba jo. UU No. 3/2020.
“Secara hukum, izin-izin ini cacat sejak lahir, maka itu sudah termasuk pelanggaran dan masuk kategori tambang ilegal atau illegal mining,” ujar Dr. Hendra Karianga, Dosen Fakultas Hukum Unkhair Ternate.
Merusak Tata Kelola Tambang
Pemuda Pancasila Maluku Utara dan MCW menilai, aktivitas tambang ilegal ini sangat merusak tata kelola pertambangan di Maluku Utara. Pasalnya, tambang ilegal merugikan negara dari berbagai sisi, antara lain tidak membayar pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), umumnya dikelola tanpa memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja, merusak lingkungan, termasuk tidak melakukan reklamasi dan rehabilitasi lahan.
Gebe: Pulau Kecil yang Dieksploitasi
Dugaan praktik pertambangan ilegal ini berlangsung di Pulau Gebe, dan Pulau Fau Kabupaten Halmahera Tengah. Pulau tersebut masuk kategori pulau kecil sesuai Undang-undang No.1/2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.27/2007 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil dan Pesisir. Namun kenyataanya pulau kecil itu masih bisa dieksploitasi para mafia tambang.
Implementasi UU ini belum optimal, terbukti dengan masih berlangsungnya aktivitas pertambangan yang merusak lingkungan. Masyarakat dan organisasi lingkungan terus mendorong penegakan hukum agar izin tambang yang bertentangan dengan UU No. 1/2014 dicabut.
Aparat Penegak Hukum Lemah?
Hendra menilai, lemahnya pengawasan dan penegakan hukum juga ikut memperparah dan menyulitkan penghapusan praktik tambang ilegal di Maluku Utara. Akibatnya, perusahan dapat memanfaatkan celah tersebut untuk tetap beroperasi secara ilegal.
Ia menekankan pentingnya keterlibatan lembaga negara seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Kejaksaan Agung untuk melakukan investigasi terhadap izin tambang kedua perusahaan tersebut.
“Dari unsur-unsur yang ada, jelas tidak terpenuhi. Maka ini saatnya lembaga penegak hukum turun tangan. Apalagi Presiden Prabowo dalam pidatonya sudah menegaskan soal pentingnya penegakan hukum di sektor pertambangan,” katanya.
(Red)