Ternate – HabarIndonesia. Akses terhadap layanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin di Kota Ternate kembali menjadi sorotan tajam, selasa 17/06/25.
Melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan skema Penerima Bantuan Iuran (PBI), Pemerintah Pusat menetapkan kuota bagi ribuan warga kurang mampu.
Namun, persoalan validitas data masih menjadi momok yang mengancam efektivitas program tersebut.
Sekretaris Dinas Sosial Kota Ternate, Muhammad Irvan Gaus, S.I.P, dalam keterangannya pada Selasa (17/6/2025), mengungkapkan bahwa berdasarkan SK Kemensos Nomor 80/Huk/2025 tanggal 27 Mei lalu, jumlah kuota PBI di Kota Ternate mencapai 29.998 jiwa.
Data ini mengacu pada sistem DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) yang terus diperbarui secara nasional.
“DTKS bukan sekadar daftar nama. Ini adalah sistem terintegrasi yang digunakan pemerintah pusat untuk menetapkan siapa saja yang layak menerima bantuan,” ujar Irvan tegas.
Ia menambahkan bahwa penetapan penerima PBI setiap bulan langsung ditentukan oleh Menteri Sosial berdasarkan data nasional yang dihimpun dari setiap daerah.
Irvan juga menggarisbawahi pentingnya akurasi data. Ia menyebutkan bahwa program ini bersifat gratis dan berbasis kategori ekonomi, dengan pembagian: Sangat Miskin, Miskin, Rentan Miskin, dan Tidak Miskin.
“Yang berada pada Desil 6 sampai Desil 10, atau kategori tidak miskin, secara tegas tidak berhak menerima bantuan,” jelasnya.
Ia juga memperkenalkan sistem terbaru yang kini digunakan pemerintah pusat, yakni DTSN (Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional). Sistem ini dirancang agar tidak ada tumpang tindih data antar kementerian dan lembaga.
“Verifikasi dan pemutakhiran data secara berkala menjadi kunci utama agar tidak terjadi penyalahgunaan bantuan,” ucapnya.
Namun, Irvan menegaskan bahwa tugas pembaruan data ini bukan hanya tanggung jawab Dinas Sosial.
“Kelurahan harus aktif dan bertanggung jawab penuh atas warganya. Ada warga yang sudah pindah bahkan meninggal dunia, tapi datanya masih tercatat di Ternate. Ini merugikan yang benar-benar membutuhkan,” tegasnya.
Ia menyayangkan jika ada warga yang seharusnya menerima bantuan, justru terabaikan karena data tidak diperbaharui.
“Jangan sampai yang sakit dan tidak mampu justru tidak terlayani karena kesalahan data. Ini soal kemanusiaan,” tukasnya dengan nada serius.
Irvan berharap adanya kerja kolektif seluruh elemen pemerintah daerah, terutama lurah dan RT/RW, dalam memastikan keakuratan data warga. Menurutnya, keterlambatan pembaruan bisa berakibat fatal dalam distribusi layanan kesehatan gratis dari negara.
“Ini bukan semata program Dinsos. Ini adalah tanggung jawab bersama. Kalau data tidak akurat, maka keadilan sosial akan gagal ditegakkan. Jangan sampai rakyat menderita karena kelalaian birokrasi,” pungkas Irvan dengan tegas.
(Agis)