TERNATE – HabarIndonesia.id. Dewan Pengurus Daerah Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) Maluku Utara mendesak Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Soasio, Tidore, untuk membebaskan 11 warga adat Maba Sangaji yang menjadi terdakwa dalam kasus yang ditangani Polda Maluku Utara.
Ketua Harian DPD PA GMNI Malut, Mudasir Ishak, meminta para hakim untuk memutus perkara tersebut berdasarkan moral, nurani, dan rasa keadilan, bukan karena tekanan dari pihak mana pun.
“Kami berharap Majelis Hakim tidak diintervensi dan selalu mengedepankan moral serta nurani atas nama penegakan hukum yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan,” tegas Mudasir pada Sabtu (11/10/2025) yang lalu.
Sebagai organisasi yang berakar pada ajaran Bung Karno, GMNI memiliki tanggung jawab moral untuk membela rakyat kecil, terutama kaum tani, nelayan, dan buruh yang sering menjadi korban ketidakadilan.
Mudasir menilai bahwa penetapan 11 warga adat Maba Sangaji sebagai terdakwa merupakan bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup mereka secara turun-temurun.
“Kerusakan sungai, hutan, dan pencemaran laut yang mereka lawan adalah bagian dari warisan leluhur. Menuduh mereka mengganggu investasi dan memenjarakan mereka atas nama hukum adalah bentuk kejahatan terhadap rakyat kecil dan penghianatan terhadap ideologi konstitusi,” ujarnya.
Mudasir juga menegaskan bahwa masyarakat adat yang berjuang mempertahankan tanah dan lingkungan hidupnya tidak bisa disamakan dengan pelaku kejahatan besar seperti koruptor, teroris, atau mafia sumber daya alam.
“Apakah rakyat kecil itu pengkhianat bangsa? Teroris? Mafia kelas kakap yang merugikan negara? Tidak! Mereka justru pembela alam dan penjaga kehidupan masa depan negeri ini,” tegasnya.
Ia berharap Majelis Hakim PN Soasio memandang perjuangan 11 warga adat tersebut sebagai bentuk perlawanan moral terhadap kerusakan lingkungan, bukan pelanggaran hukum.
“Jelas dalam konstitusi, Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan hukum adat serta hak-hak tradisionalnya. Karena itu, mereka tidak seharusnya dipidana atas dasar menjaga adat dan alam leluhur,” tutup Mudasir.
(Red)